Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Implementasi Strategi ASEAN Free Trade Area (AFTA)

Implementasi Strategi ASEAN Free Trade Area (AFTA)

 


 

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pada prinsipnya manusia merupakan produsen sekaligus konsumen dari setiap produk yang diciptakannya. Karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas, maka manusia tidak pernah berhenti melakukan produksi suatu barang dan menggunakan produk yang dibutuhkannya. Namun, segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan demi pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas ini rupanya mengalami kekurangan sehingga barang yang diperlukan kerapkali tidak terdapat di sekitar wilayah, keadaan ini memaksa manusia untuk melakukan hubungan kerjasama antar manusia lainnya baik dalam pengadaan sumber daya maupun hanya untuk saling menukarkan alat kebutuhannya.

Kerjasama yang dilakukan manusia dengan manusia lainnya dengan cara melakukan transaksi disebut dengan nama perdagangan. Perdagangan erat sekali kaitannya dengan permintaan dan penawaran yaitu usaha seseorang untuk menawarkan produk kepada seorang lainnya untuk memperoleh keuntungan. Dalam hukum ekonomi dengan adanya penawaran/supply dan permintaan/demand. Hukum ini mengatakan “Bila penawaran dalam suatu produk tetap/turun sementara permintaan naik, maka produk akan naik/mahal. Sebaliknya bila penawaran naik sementara permintaan turun, maka harga produk akan turun/murah. Sebagai contoh misalnya stok sebuah kerudung muslimah di pasaran terbatas sementara banyak konsumen yang menyukai kerudung tersebut dan ingin membelinya, maka harga kerudung tersebut akan melonjak tinggi. Tetapi jika kehadiran kerudung muslimah tidak terbatas dan diproduksi dalam jumlah besar sementara peminatnya kurang maka produk tersebut akan mengalami penurunan demi mengimbangi agar lakunya kerudung tersebut.

Perdagangan pun dilakukan dalam hubungan regional antar Negara yang umumnya dikenal dengan nama ekspor impor barang. Pelaksanaan perdagangan regional antar Negara dalam kaitannya masalah masuknya suatu produk ke suatu Negara, tentunya harus melewati sistematika perizinan yang prosesnya cukup rumit dengan penjagaan yang ketat dari beberapa instansi yang menangani masalah tersebut. Instansi yang menangani perizinan masuknya barang dari pelabuhan ialah Bea Cukai. Namun, pada kenyataannya akhir-akhir ini banyak produk luar yang masuk ke Negara Indonesia tanpa melakukan proses perizinan.

Demi menangani globalisasi perdagangan bebas, sudah selayaknya warga Negara Indonesia mengubah kebiasaan sifat konsumtifnya dengan menanamkan jiwa wirausaha pada setiap dirinya untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan lingkungannya. Masyarakat juga harus mampu memanfaatkan sumber daya yang melimpah ruah menjadi produk yang berdaya guna untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga tidak ada ruang untuk produk yang illegal luar negeri yang tidak berkualitas dan membawa dampak yang buruk bagi kelangsungan konsumennya.

Pada tahun 1992 di Singapura, telah terjadi peristiwa bersejarah di kawasan Asia Tenggara, yaitu ditandatanganinya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) dalam KTT ASEAN oleh enam negara pelopor (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam dan Thailand). AFTA ini bertujuan sebagai batu loncatan untuk menciptakan pasar tunggal dan sebuah produksi dasar internasional, menarik investasi melalui Foreign Direct Investments (FDIs), dan memperluas jaringan perdagangan dan investasi di dalam ASEAN.

Keenam negara tersebut memang sudah mengadaptasikan perjanjian tersebut yang pada dasarnya berisi penghapusan hambatan tarif dan non-tarif. Tahun 2015, semua negara ASEAN termasuk negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (CLMV) akan memberlakukan perdagangan bebas pada kawasan ASEAN untuk keberlangsungan tercapainya ASEAN Economic Community atau integrasi ekonomi dari ASEAN pada tingkat lebih lanjut.


B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian AFTA? 
  2. Bagaimana strategi dalam menghadapi perdagangan bebas dan implementasi strategi perdagangan bebas (AFTA)?


C. Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui pengertian AFTA. 
  2. Untuk mengetahui berbagai strategi dalam menghadapi perdagangan bebas dan untuk mengetahui implementasi strategi perdagangan bebas (AFTA)



BAB II
PEMBAHASAN



A. Pengertian Perdagangan Bebas (AFTA)

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar Negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang dibuat pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di Negara yang berbeda.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari Negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptkan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah perdagangan bebas ASEAN dimana tidak adanya hambatan tarif (0-5%) maupun hambatan-hambatan non tarif bagi Negara-negara anggota ASEAN.

Saat ini persaingan produk di Indonesia sangatlah ketat, selain harus bersaing dengan produk lokal, Indonesia pun harus bersaingan dengan produk-produk luar negeri, karena Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian perdagangan bebas seperti AFTA (Asean Free Trade Area), kemudian ACFTA (Asean-China Free Trade Area) serta Indonesia menghadapi tantangan baru yakni disepakatinya AEC (Asean Economic Community) dengan target mulai tahun 2008 dan implementasi penuh pada tahun 2015. Salah satu dampak ACFTA (Asean-China Free Trade Area) yaitu membanjirnya produk-produk China di Indonesia. Demikian pula dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015, hal ini menjadi peluang dan tantangan produk di Indonesia. Maka dari itu Indonesia harus mampu bersaing baik di pasar nasional maupun internasional. UKM atau Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu strategi untuk menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia

Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA (Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non tarif yang disepakati bersama oleh Negara-negara ASEAN sehingga dalam melakukan perdagangan sesame anggota, biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan. Dalam skema CEPT-AFTA barang-barang yang termasuk tariff scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. Pada skema CEPT, pembatasan kuantitatif dihapuskan segera setelah produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsesi tarif.

The AFTA vision is a very positive development as it can improve internal cohesion of ASEAN economies in the face of increased competition and also internationalize their economies by attracting foreign investment. Large benefits can accrue to member countries with the realization of AFTA objectives, namely, (1) to expand intra-ASEAN trade by tariff reductions and to eliminate non-tariff barriers contributing to the openness and overall liberalization of ASEAN economies; (2) to attract more foreign investment into the region; and (3) to make ASEAN manufacturing sectors more efficient and their products more competitive internationally. To a great extent, ASEAN countries will lock in through AFTA existing economic reforms as they move to become more export-oriented economies.

AFTA visi adalah perkembangan yang sangat positif karena dapat meningkatkan kohesi internal ekonomi di wajah ASEAN peningkatan persaingan dan juga ekonomi internasionalisasi mereka dengan menarik investasi asing. Manfaat besar dapat diperoleh dengan negara-negara anggota dengan realisasi tujuan  AFTA, yaitu, (1) untuk memperluas perdagangan intra-ASEAN dengan pengurangan tarif dan untuk menghilangkan hambatan non-tarif berkontribusi terhadap keterbukaan dan liberalisasi keseluruhan Ekonomi ASEAN; (2) untuk menarik lebih banyak investasi asing ke wilayah; dan (3) untuk membuat sektor manufaktur ASEAN lebih efisien dan produk mereka lebih kompetitif secara internasional.

Untuk sebagian besar, negara-negara ASEAN akan mengunci melalui AFTA ada reformasi ekonomi karena mereka pindah menjadi ekonomi berorientasi ekspor lebih.

B. Strategi dan Implementasi dalam Menghadapi AFTA

Dalam menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 ini Indonesia menghadapi tantangan, ancaman maupun peluang. Ancaman dan tantangan ini merupakan hambatan bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Untuk menghadapinya perlu langkah strategis yang bukan hanya menjadi tanggung jawab bagi pemerintah namun sebagai warga yang hidup dalam kebudayaan Indonesia. Upaya strategis yang dapat dilakukan antara lain:

1.  Meningkatkan agro-based industri

Pemerintah meningkatkan agro-based industri (pertanian berbasis industri). Sementara ini Indonesia masih mengandalkan sumberdaya alam yang ada untuk di ekspor tanpa melewati proses pengolahan  atau hanya pengolahan setengah jadi, seperti karet, kelapa sawit, dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir perkebunan kelapa sawit masih menghasilkan bahan setengah jadi, misalnya crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO). Jika sumberdaya alam yang ada diolah hingga jadi tentunya mempunyai nilai tambah yang tinggi dibanding dengan barang setengah jadi dan juga dapat meningkatkan daya saing industri pertanian di ASEAN bahkan dunia. Selain itu pertanian berbasis industri juga menyerap tenaga kerja dan menambah pendapatan negara. Cakupan agro-industri sangat luas dan memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian negara. Dengan pengolahan yang sempurna negara-negara di dunia terutama ASEAN akan menerima produk-produk Indonesia. Sehingga Indonesia dapat menguasai pasar ASEAN bahkan dunia.

2. Membuat kebijakan yang pro-job dan pro-bisnis

Pemerintah segera memperkuat kebijakan dan langkah-langkah yang pro-bisnis dan pro-job, bukan memperkuat kebijakan dan langkah seperti yang terjadi belakangan ini yang diindikasikan dengan adanya kenaikan upah minimum regional (UMP/UMK) yang sangat drastis di beberapa daerah pada awal tahun 2013 ini. Jika tidak, Indonesia dapat dipastikan hanya akan menjadi pasar potensial bagi negara ASEAN lainnya, bukannya menjadi pemain utama di kawasan ASEAN. Oleh karena itu Indonesia disebut sebagai negara paling menarik bagi pengembangan usaha baru. Untuk memperlancar dan menunjang kebijakan tersebut, pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang membuat rakyat tergantung dengan pemerintah dan nantinya rakyat akan bermalas-malasan untuk bekerja karena merasa hidupnya sudah  dipenuhi, seperti memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat.

3. Memperbaiki infrastruktur

Pemerintah segera memperbaiki infrastruktur yang mempersulit pendistribusian hasil-hasil pertanian khususnya, seperti akses jalan antar desa, antar kota yang akan menambah biaya pendistribusian produk. Salah satu penyebab buah-buahan produk Indonesia lebih mahal daripada produk Cina yaitu akses jalan pendistribusian buah-buahan tersebut memerlukan biaya yang mahal dan memakan waktu berhari-hari sehingga membuat buah-buahan tersebut menjadi lebih mahal. Sedangkan produk dari Cina buah-buahan yang akan diekspor ke indonesia dari tempat pemanenan hanya mamerlukan waktu beberapa jam dan langsung masuk kapal, sehingga membuat buah-buahan produk Cina menjadi lebih murah setelah sampai di Indonesia. Dengan alasan harga, masyarakat lebih memilih produk Cina yang harganya lebih murah dan itu berimbas pada produk-produk lokal menjadi kalah di pasar.   

4. TOEFL Bahasa Indonesia

Dengan adanya Asean Free Trade Area yang akan hadir di tahun 2015, akan ada banyak pencampuran kebudayaan antar negara-negara di asean. Masyarakat Indonesia yang sejak awal sudah multi budaya, akan dihadapkan dengan keragaman budaya dari negara lain. Tidak hanya itu, masyarakat indonesia juga akan menemui persaingan yang kuat dalam dunia bisnis dan sosial budaya. Salah satu cara menghadapinya adalah dengan memberlakukan tes TOEFL Bahasa Indonesia untuk semua warga asean yang akan bekerja di Indonesia. Langkah ini diperlukan untuk mengurangi kesenjangan bahasa dan komunikasi antar bangsa yang akan bersaing di indonesia. Selain itu, warga asing akan mudah untuk melakukan komunikasi dengan warga indonesia dengan menggunakan bahasa universal di indonesia, yaitu bahasa melayu.

TOEFL Bahasa Indonesia juga akan membuka peluang baru untuk menjadikan bahasa indonesia sebagai bahasa ASEAN. Ini dikarenakan dengan diberlakukannya TOEFL Bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat ASEAN akan memiliki bahasa wajib yang sama, yaitu bahasa indonesia. Dengan adanya langkah ini, akan mempermudah masyarakat indonesia yang akan mencoba peruntungan dengan bekerja di luar negeri.

5. Menciptakan Perusahaan yang Kreatif, Inovatif dan mampu bersaing dengan pihak Asing

Asean Free Trade Area, menuntut setiap Industri maupun perusahaan yang akan bersaing didalamnya untuk memberikan output terbaik dan memiliki ciri khas yang menampilkan keunggulan bangsa. Sehingga industri tersebut mampu bersaing dengan negara lain.  Indonesia memiliki ratusan industri yang tersebar di berbagai sektor. Industri tersebut meliputi Industri Sandang, Pangan, Property, Pariwisata, Pertambangan dan lain lain.

Jika diperhatikan, ada perbedaan besar antara industri di indonesia dengan negara lain, yaitu kemampuan industri dalam menciptakan output yang memiliki daya tarik serta kualitas kelas atas. Indonesia memang memiliki industri yang lebih banyak, namun kualitas rata-rata dari industri tersebut masih kurang bersaing. Pemerintah perlu melakukan sinergi dengan masyarakat untuk membangun industri yang berkualitas, kreatif, inovatif dan mampu bersaing dengan industri lain.

Transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selektif. Hal ini perlu dilakukan salah satunya dengan cara penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan industri.

Berkaitan dengan perdagangan bebas, sejak Januari 2010 Indonesia telah mulai mengimplementasikan kesepakatan China ASEAN Free Trade Area (CAFTA). Salah satu dampak diberlakukan CAFTA adalah membanjirnya produk-produk China di pasar Indonesia. Produk-produk tersebut termasuk pesaing dari produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM Indonesia, seperti misalnya produk keramik, pakaian jadi, produk alas kaki (sepatu/sandal), mebel, dan produk kerajinan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi produk-produk UMKM. 

Di sisi lain diberlakukannya CAFTA juga peluang bagi produk-produk UMKM Indonesia untuk masuk ke pasar China. Pasar China dengan jumlah penduduk yang banyak dan pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi merupakan pasar yang sangat potensial bagi produk-produk yang dihasilkan UMKM Indonesia. Demikian pula dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA/AEC, ASEAN Economic Community) pada tahun 2015, hal tersebut juga menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM di Indonesia. Dalam hal ini peningkatan daya saing UMKM menjadi faktor kunci agar mampu menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari implementasi CAFTA 2010 dan MEA 2015.  

Daya saing perusahaan, termasuk UMKM, tidak terlepas dari konsep daya saing global suatu negara. Bagaimana dengan daya saing global Indonesia? Menurut World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing global Indonesia tahun 2008–2009 adalah 55 dari 134 negara yang disurvei. Survei peringkat daya saing global ini dilakukan setiap tahun. Pada tahun 2007–2008 peringkat Indonesia adalah 54, dengan demikian terjadinya penurunan peringkat. 

Selanjutnya untuk tahun 2010–2011 peringkat Indonesia mengalami kenaikan menjadi 44, setelah periode sebelumnya pada peringkat 54. Di tingkat ASEAN, peringkat Indonesia lebih baik disbanding peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109). Namun, Indonesia berada di bawah Singapura (3), Malaysia (26), Brunei (28), dan Thailand (38). Daya saing dalam pengertian WEF adalah daya saing suatu negara atau perekonomian, bukan daya saing produk. Dengan demikian pengertian daya saing ini tidak hanya relevan untuk perdagangan internasional tetapi juga untuk investasi. Negara dengan indeks daya saing global (global competitiveness index, GCI) yang tinggi akan lebih menarik bagi investor asing dibandingkan negara dengan GCI yang lebih rendah. Laporan tahun WEF dan laporan Bank Dunia yaitu Doing Business, termasuk sumber informasi yang digunakan oleh calon investor asing mengenai negara-negara tujuan investasi mereka. Menurut Tambunan, UMKM yang berdaya saing tinggi dicirikan oleh:

  1. kecenderungan yang meningkat dari laju pertumbuhan volume produksi, 
  2. pangsa pasar domestik dan atau pasar ekspor yang selalu meningkat, 
  3. untuk pasar domestik, tidak hanya melayani pasar lokal saja tetapi juga nasional, dan 
  4. untuk pasar ekspor, tidak hanya melayani di satu Negara tetapi juga banyak negara. Dalam mengukur daya saing UMKM harus dibedakan antara daya saing dan daya saing perusahaan. Daya saing produk terkait erat dengan daya saing perusahaan yang menghasilkan produk tersebut.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia termasuk Negara yang UMKM-nya berdaya saing rendah (skor 3,5 dari nilai skor 1,0–10,0), sedangkan daya saing UMKM Hongkong-China, Amerika Serikat, Taiwan,

dan Australia tergolong tinggi. Sedangkan peringkat daya saing Negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, di atas peringkat Indonesia.

6.  Membangun Kesadaran Aku Cinta Indonesia

Adanya Asean Free Trade Area akan menciptakan asosiasi dan akulturasi antar budaya di Indonesia. Budaya-budaya antar negara di ASEAN akan saling berbaur dan menciptakan persaingan budaya. Indonesia harus menanamkan rasa cinta tanah air dan rasa bangga menggunakan produk industri sendiri pada masyarakatnya. Tujuannya agar indonesia tidak kalah saing dalam persaingan antar budaya di ASEAN. Selain itu, penanaman rasa cinta produk Indonesia, akan meningkatkan jumlah pendapatan ekonomi dan menurangi dampak impor produk dari luar negeri.


BAB III
PENUTUP


Untuk menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) Indonesia harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin jika Indonesia tidak ingin menjadi pasar potensial bagi negara ASEAN lainnya. Beberapa upaya-upaya yang dapat dilakukan Indonesia untuk mempersiapkan itu antara lain meningkatkan agro-based industri, membuat kebijakan yang pro-job dan pro-bisnis, memperbaiki infrastruktur, dan menciptakan perusahaan yang kreatif, inovatif dan mampu bersaing dengan pihak asing. Adapun upaya-upaya non-ekonomi yang dapat dilakukan untuk menunjangnya antara lain membuat TOEFL bahasa Indonesia dan membangun Kesadaran ‘Aku Cinta Indonesia’. Implementasi CAFTA telah dijalankan sejak Januari 2010 dan implementasi MEA akan terealisasi pada tahun 2015.



DAFTAR PUSTAKA


Amar K. Zakaria, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010

Barretto, Clarita Buenaflor, 1995. The Impact of The ASEAN Free Trade Area Agreement on Effective Protection in The Philippines. Philippines: UMI.

Rusdiana dan Wahyuning K. Sejati, Jurnal/FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI . Volume 27 No. 1, Juli 2009:43-5.

Tim Studi Potensi Perusahaan UKM Untuk Go Public. 2011. Potensi Perusahaan UKM Untuk Go Public. Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia. kompasiana.com/post/read/637097/3/tangtangan-indonesia-dalam-menghadapi-afta-2015-ukm-indonesia-pasti-bisa.html

Winantyo R, Arifin S, Rizal A, Djafara. 2008 . Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 Memperkuat ASEAN ditengah Kompetisi Global. Jakarta (ID) : Elex Media Computindo.






Post a Comment for "Implementasi Strategi ASEAN Free Trade Area (AFTA)"