Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perjalanan dan Perjuangan Hidup



Perjalanan dan Perjuangan Hidup- My name is Rika Ariyani, lahir di sebuah pelosok desa yang dikenal dengan nama "Desa Buat" pada tanggal 8 Januari 1987.

Saya merupakan anak pertama dari 3 orang bersaudara. Memiliki dua adik laki-laki yang bernama Wawan Kurniawan dan Muhammad Syahdoe MZ. S.IP. 

Selain anak pertama, saya juga cucu pertama yang sangat disayangi dan dibanggakan.

Saya telahir dari orang tua yang luar biasa. Saya memanggil mereka Bapak dan Mak. Bapak bernama H. Mastibi Z, S.Pd, dan Mak bernama Nurhayati. 

Bapak adalah seorang pensiunan di salah satu instansi pemerintah Kabupaten Bungo, sedangkan Mak merupakan ibu rumah tangga yang memiliki kesabaran luar biasa.

Saya menamatkan sekolah dasar di SDN 44/II desa Karak kecamatan rantau pandan (sekarang kec. Bathin 3 Ulu), kabupaten bungo. 

Awalnya saya bersekolah di SDN 75/II Desa Buat. Namun, pada saat kenaikan kelas VI, Bapak yang kebetulan saat itu menjadi kepala sekolah di SDN 44/II desa karak membawa saya pindah hingga mendapatkan ijazah di SD 44/II tersebut.

***

Setelah lulus SD, saya memohon izin kepada kedua orangtua untuk mondok di pesantren. Permintaan saya langsung dikabulkan. Saya memilih salah satu pesantren yang ada di sumatera barat, tepatnya di madrasah sumatera thawalib parabek bukittinggi.

Enam tahun di pesantren, dengan suka dukanya hidup di asrama, dan dengan banyaknya cobaan yang datang hingga beberapa kali ingin pindah sekolah. Akhirnya saya berhasil mendapatkan ijazah MTS dan juga Aliyah.

Setelah tamat dan mendapatkan ijazah Aliyah, saya mulai berdiskusi dengan bapak mengenai jurusan kuliah yang ingin saya ambil. 

Bapak memberikan saran untuk mengambil jurusan Pendidikan agama islam di UIN (dulu IAIN) Padang, namun jika ditanya hati, pilihan saya adalah ISI (institut seni Indonesia), Jogjakarta. 

Ingin sekali menimba ilmu tentang kepenulisan dan menjadi penulis terkenal, seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dan beberapa penulis hebat lainnya. 

Lagi pula, saya memang sangat suka menulis sejak kelas III tsanawiyah. Meski tulisan tersebut masih jauh dari kata "sempurna". 

“Penulis tidak punya jaminan di masa depan.” Begitu komentar bapak waktu itu. “lagi pula, menjadi penulis toh bisa dipelajari secara otodidak, tidak mesti mengambil jurusan kepenulisan kan?”

Saya memilih untuk mengalah. 

Menerima keputusan bapak untuk melanjutkan pendidikan di universitas islam yang ada di kota padang sumatera barat dengan jurusan PGPAI diploma II.

Tes penerimaan mahasiswaa baru saya ikuti dengan serius. Kebetulan di tahun itu pula, terakhir penerimaan mahasiswa jurusan diploma II sehingga pesertanya membludak. Persaingan sangatlah ketat, banyak sekali yang berminat mengambil D2 karena setelah tamat bisa langsung melamar tes CPNS dan menjadi guru.

“bagaimana jika anda tidak lulus seleksi?” Pertanyaan dari penguji masih saya ingat sampai hari ini. 

Saya dengan pede menjawab, “jika tidak lulus, saya akan mendaftar di kampus lain, pak!”

Alhasil, setelah menunggu beberapa minggu, hasil tes penerimaan mahasiswa baru pun diumumkan. Saya termasuk salah satu yang lulus dari sekian banyak pendaftar. Ternyata memang saya ditakdirkan untuk mengambil jurusan keguruan dan mungkin suatu saat nanti akan menjadi guru.

Kehidupan di kampus


Menjadi mahasiswa program diploma dua, ternyata cukup menguras pikiran. Saya yang sebenarnya tak ingin menjadi guru, harus bergelut dengan praktek demi praktek mengajar, sibuk dengan media-media ajar yang akan digunakan, menguasai berbagai macam metode pembelajaran, praktek pengalaman lapangan, dan beberapa kegiatan lainnya yang tentunya berkaitan dengan profesi guru.

Semua rangkaian proses itu saya jalani dengan baik, meski tidak begitu menikmatinya.

Dua tahun menjalani perkuliahan, saya pun diwisuda. 

Bapak tak ikut mendampingi karena sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Acara wisuda hanya dihadiri oleh sang ibu, adik bungsu, dan maksu (adik ibu).

Meski telah diwisuda dan berhak menyandang gelar A.MA, tak serta merta membuat saya bangga pada diri saya sendiri. Saya merasa ilmu yang saya punya masih seujung kuku, tak ada yang bisa dibanggakan dari gelar yang kini tersemat di belakang Nama. 

Berbekal izin dari orangtua, akhirnya saya langsung transfer ke S1 dengan jurusan yang sama yaitu Pendidikan agama islam. 

Awalnya saya mendaftar di kampus stai yastis bersama beberapa orang sahabat. Tujuan awalnya karena ingin kuliah sambil bekerja. Namun, pada akhirnya berubah pikiran dan Kembali ke UIN imam bonjol padang, bergabung dengan teman-teman semasa D2, khusus kelas transfer.

Proses perkuliahan kembali saya jalani dengan baik. Tak ada satupun nilai yang gagal. Begitu pula dengan proses pengurusan skripsi dengan segala tetek bengeknya. 

Naik turun angkot, naik turun bus, saya lakoni tanpa banyak mengeluh. 

Menempuh jarak yang jauh untuk bisa bimbingan dengan dosen, perbaikan demi perbaikan, semua saya kerjakan dengan senang hati. Mungkin ini ada hubungannya juga dengan hoby menulis yang saya punya. 

Setiap kali selesai menulis bab demi bab skripsi, saya merasa ada kepuasan bathin. 

Setelah melalui proses yang tidak mudah, saya akhirnya berhasil mendaftar untuk mengikuti sidang skripsi. 

Menunggu jadwal sidang, saya diterpa kegelisahan. Takut tak bisa menjawab pertanyaan dosen penguji. Namun, alhamdulillah, berkat kegigihan dan kerja keras, saya mampu menaklukkan sidang skripsi itu dengan nilai memuaskan.

5 orang penguji di hadapan menjadi saksi bahwa saya telah sah menjadi seorang sarjana.

Ucapan selamat datang satu persatu. Dimulai dari sahabat hingga keluarga terdekat. 

“Selamat, nak. Semoga berkah!” Ucap Bapak ditelpon beberapa saat setelah ujian munaqasah.

 
 

Post a Comment for "Perjalanan dan Perjuangan Hidup"