Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tantangan Supervisor dalam Melaksanakan Supervisi Sekolah

Rikaariyani.com- Tantangan Supervisor dalam Melaksanakan Supervisi Sekolah- Berikut ini adalah makalah yang berjudul "Tantangan Supervisor Dalam Melaksanakan Supervis Sekolah".

 

A. PENDAHULUAN

Supervisi pendidikan adalah salah satu elemen krusial dalam mendidik yang mendorong perbaikan demi perbaikan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bersama, cita-cita yang diimpikan oleh seluruh masyarakat, baik negara, lembaga pendidikan, siswa, wali murid, dan  masyarakat secara umum. Perbaikan ini dilakukan secara individual maupun secara kelompok.[1]

Obyek utama supervisi adalah para guru yang mempunyai peran vital dalam membentuk karakter anak. Selain guru sebagai obyek supervisi pendidikan tentu semua elemen yang terlibat di dalamnya; seperti sektor manajemen, tata usaha, pembiayaan, hubungan masyarakat, sarana prasaran, kurikulum , serta keiswaan mempunyai andil dalam permasalahan ini.

Supervisi pendidikan bertujuan menumbuhkan kesadaran dari dalam, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perbaikan demi perbaikan supaya pendidikan mengalami peningkatan kualitas dan terhindar dari kemorosotan, keterbelakangan dan kemunduran. Supervisi juga bertujuan membangun kebersamaan dan kekompakan dalam melangkah sesuai dengan target yang di tentukan.

Fungsi yang strategis dari supervisi ini mendorong supervisor yaitu kepala sekolah, pengawas, penilik dengan otoritasnya masing-masing untuk mengembangkan keahlian dan kompetensi mereka secara luas. Sehingga mereka mampu melakukan supervisi secara efektif, produktif, dan kreatif. Karena tidak mudah memberikan dorongan terutama kepada guru senior yang merasa telah banyak memiliki pengalaman. Hal tersebut harus dilakukan melalui pendekatan psikologis, persuasif gradual, dan disatu sisi tidak berkesan menggurui dan mengarahkan. Karena pendekatan emosional lebih efektif dan dibutuhkan ketelatenan.

Bagi guru-guru muda sangat mudah untuk di arahkan menjadi sosok guru  profesional yang menguasai metodologi pembelajaran yang aktual, aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan agar tercipta proses belajar yang disenangi oleh anak-anak dan tidak membosankan. Sehingga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat tercapai dan cita-cita undang-undang pendidikan pun dapat tercapai. Supervisi dapat dimaknai sebagai sebagai instrumen kebangkitan pendidikan.

Dalam melaksanakan tugas supervisi, seorang pengawas harus profesional. Indikator pengawas yang profesional dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa, harusmemiliki kompetensi, kualifikasi, dan sertifikasi. Sedangkan dalam Permendiknas RI. Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah pasal l ayat 2 ditetapkan bahwa kompetensi pengawas sekolah/ madrasah terdiri atas enam dimensi kompetensi yaitu “Kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, dan kompetensi sosial”.[2]

Meskipun demikian, tak dapat disangkal, dalam melaksanakan supervisi di sekolah, seorang supervisor pasti akan menemui berbagai rintangan dan tantangan. Di dalam makalah ini, penulis akan membahas apa saja yang menjadi tantangan supervisor atau pengawas sekolah dalam melaksanakan supervisi di sekolah.

 

Supervisi pendidikan
pixabay


B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Supervisi

Pengawasan mengandung arti “suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan.”[3] Pengawasan bermakna juga supervisi, secara etimologi supervisi berasal dari kata supervision yang terbentuk dari dua kata yaitu Super” dan Vision” Dalam Webster’s Encyclopedic Unabridged Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than superior to (superintendent), a greater or better than other.[4]

Sedangkan Vision berarti “the ability to perceive something no actually visible, as through mental acutness or keen foresight”[5] Mencermati makna tersebut dapat difahami bahwa seorang supervisor adalah orang yang profesional ketika menjalankan tugasnya, Ia bertindak atas dasar kaidah ilmiah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Untuk melaksanakan supervisi diperlukan kelebihan yang dapat melihat secara cermat terhadap permasalahan peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu kegiatan pengawasan pendidikan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang apalagi orang tersebut tidak dipersiapkan terlebih dahulu.

Pengawasan pendidikan harus dilaksanakan oleh orang yang sesuai keahliannya. Itulah sebabnya istilah pengawasan dalam pendidikan disebut supervisi, sebab harus mengamati dengan cermat dan mendalam peristiwa pembelajaran. Selanjutnya Oteng Sutisna menyatakan bahwa supervisi merupakan usaha memberi pelayanan agar guru menjadi lebih profesional dalam menjalankan tugas melayani peserta didiknya, supervisi hadir karena satu alasan untuk memperbaiki pembelajaran”[6]

Baca Juga: Kerangka penulisan makalah yang benar

Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa kehadiran pengawas adalah untuk membina, agar guru lebih kreatif dan memiliki kecakapan profesional melaksanakan tugas dengan baik, karena guru yang memiliki kreativitas dalam mengelola pembelajaran akan berdampak positif terhadap peserta didiknya, sebab supervisi mendorong guru menjadi lebih berdaya sehingga situasi pembelajaran menjadi lebih baik, pembelajaran berlangsung efektif sehingga guru merasa senang dan puas dalam melaksanakan tugasnya. 

Pengawasan mengandung beberapa kegiatan pokok yaitu pembinaan yang kontinyu, pengembangan kemampuan profesional personil, perbaikan situasi pembelajaran dengan sasaran ahirnya adalah pencapaian tujuan pendidikan. Supervisi pembelajaran merupakan suatu proses pelayanan untuk membina guru-guru, bimbingan dan pengarahan yang dilakukan secara rutinitas dapat meningkatkan kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

Adapun pengertian pengawas sekolah sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 adalah: Pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, dasar, dan menengah”.[7]

Berdasarkan pengertian tersebut, tergambar dengan jelas bahwa setiap pengawas diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan penilaian dan pembinaan tekhnis pendidikan dan administrasi pada setiap satuan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.


2. Tugas Supervisor/ Pengawas

Dalam pedoman pengembangan administrasi dan supervisi pendidikan yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI dinyatakan bahwa” pengawas adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai tugas pokok, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan supervisi pendidikan sekolah atau madrasah dilingkungan Departemen Agama dan guru agama di sekolah umum”[8]

Pengertian tersebut memperjelas bahwa pengawas adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan supervisi pendidikan pada sekolah atau madrasah dalam lingkungan Departemen Agama dan guru agama yang bertugas di sekalah umum. Jadi pengawas mempunyai beberapa dimensi tugas yaitu sebagai pegawai negeri sipil, pengawas sebagai pejabat fungsional dan teknis kependidikan. Untuk memperoleh kejelasan mengenai tugas-tugas pengawas pada bidang supervisi akademik dapat dilihat uraian berikut ini:

  1. Supervisi terhadap kurikulum, yaitu pengawas dapat menggunakan berbagai teknik supervisi, antara lain kunjungan sekolah, observasi kelas dan wawancara. Jadi supervisi bidang kurikulum mencakup 3 sasaran utama seperti tersebut di atas. 
  2. Supervisi terhadap proses pembelajaran yaitu pengawas harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan sarana dan media pembelajaran, kemampuan dalam mengembangkan materi pembelajaran, evaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik. 
  3. Supervisi terhadap penilaian yaitu pengawas hendaknya mencermati hal-hal yang berkaitan dengan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai dengan penilaian yang dilakukan guru, kesesuaian dengan aspek-aspek yang dikembangkan peserta didik dengan butir-butir soal dan apakah guru memiliki buku pedoman penilaian sebagai sumber. 
  4. Supervisi tentang ekstrakurikuler yaitu pengawas memperhatikan apakah kepala sekolah mendorong dilaksanakannya kegiatan extrakurikuler atau hanya guru yang berperan dan mengabaikan peran serta peserta didik, pengawas mengamati kegiatan tersebut apakah terlaksana dengan baik atau apakah ada kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.”[9]

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas pokok pengawas adalah melakukan pembinaan, penilaian terhadap pelaksanaan pendidikan pada sejumlah sekolah yang menjadi tanggung jawabnya demi peningkatan kualitas pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang optimal.

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 55 dijelaskan bahwa, pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Selanjtunya pada pasal 57 diperjelas bahwa Supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan”[10].

Peraturan Pemerintah tersebut telah merinci bahwa pengawasan pada satuan pendidikan meliputi pemantauan, suprvisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Sedangkan supervisi akademik dilaksanakan oleh pengawas sekolah atau penilik satuan pendidikan dan kepala sekolah secara teratur dan berkesinambungan.


3. Wewenang Pengawas

Pengawas memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan yang penjabarannya adalah:

  • Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai kode etik profesi. 
  • Menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya di sekolah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 
  • Menentukan dan mengusulkan program-program pembinaan serta melakukan pembinaan”.[11]

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa pengawas memiliki kewenangan dalam hal penentuan metode kerja, menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya, melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya, menentukan dan mengusulkan program kerja serta melakukan pembinaan sebaik-baiknya.


4. Fungsi Pengawas

Berbicara tentang fungsi pengawas tentunya tidak terlepas dari fungsi-fungsi kepengawasan. Fungsi tersebut sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk pengawas. Fungsi-Fungsi dimaksud meliputi bidang kepemimpinan, hubungan kemanusiaan, pembinaan proses kelompok, bidang administrasi personil dan bidang evaluasi”.[12] Fungsi-Fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:

1.  Bidang kepemimpinan

  • Menyusun rencana dan policy bersama 
  • Mengikut sertakan guru pendidikan agama dalam menghadapi dan memecahkan masalah, serta mengikutsertakan dalam menetapkan putusan. 
  • Mengikutsertakan guru-guru, pegawai dalam berbagai kegiatan.


2.  Hubungan Kemanusiaan

  • Kekeliruan atau kesalahan yang pernah dilakukan merupakan pelajaran untuk perbaikan selanjutnya baik bagi dirinya, maupun bagi guru, kepala sekolah maupun tenaga kependidikan lainnya. 
  • Membantu mengatasi kekurangan atau kesalahan yang dihadapi guru agama seperti, masuk kelas tampa persiapan mengajar, menjelaskan materi pembelajaran bertele-tele atau tidak runtut, korupsi jam mengajar (masuk kelas terlambat dan keluar lebih cepat), adanya sifat malas, rendah diri, masa bodoh, acuh tak acuh, pesimis dan sebagainya. 
  • Mengarahkan guru pendidikan agama kepada sikap-sikap demokratis. 
  • Memupuk rasa saling menghormati diantara sesama. 
  • Menghilangkan rasa curiga antara satu sama lain.

Baca juga: Perbedaan makalah dan jurnal


5. Kriteria Pengawas Profesional

Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab l pasal l ayat 4 dikatakan bahwa, Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”[13]

Pengertian tersebut memberi gambaran bahwa profesional merupakan suatu pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang harus melalui pendidikan profesi.

Dalam ensiklopedia manajemen kata profesional diartikan sebagai “suatu jenis tugas, pekerjaan atau jabatan yang memerlukan standar kualifikasi, keahlian dan tingkah laku tertentu”[14] Pengertian tersebut di atas memperjelas bahwa profesional itu merupakan suatu jenis tugas, pekerjaan atau jabatan yang menuntut standar kualifikasi, keahlian dan tingkah laku tertentu.

Selanjutnya kata profesionalisme berasal dari bahasa Inggris Professionalism yang secara leksikal berarti profesional character (sikap profesional)”[15] Ada beberapa kriteria pengawas profesional sebagai berikut:

1.  Kualifikasi Pengawas Sekolah/ Madrasah

Secara teoritik jabatan pengawas sekolah lebih tinggi levelnya dibanding jabatan guru dan kepala sekolah, oleh sebab itu kualifikasi yang dipersyaratkan dari pengawas sekolah harus lebih tinggi dari kualifikasi pendidikan guru. Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah ditegaskan, kualifikasi akademik bagi pengawas dan calon pengawas sekolah pada sekolah menengah atas dan Madrasah Aliyah adalah:

  • Memiliki pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi. 
  • Guru SMA/MA bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA/MA atau kepala sekolah SMA/MA dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun untuk menjadi pengawas SMA/MA sesuai dengan rumpun mata pelajarannya. 
  • Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang lll/c. 
  • Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan. 
  • Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah dan lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.”[16]

Berdasarkan Permendiknas tersebut diperoleh kejelasan bahwa kualifikasi pengawas sekolah/madrasah adalah persyaratan minimal mengenai tingkat pendidikan formal dan keahlian/keilmuan, pangkat/golongan, jabatan, pengalaman kerja dan usia yang harus dipenuhi. Jadi, kualifikasi pendidikan pengawas sekolah/ madrasah menjadi penting untuk menyandang jabatan fungsional pengawas yang berkualitas dan profesional.

2.  Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Pada pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen poin 10 menyatakan bahwa, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”[17]

Kompetensi pengawas sekolah/madrasah telah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah /madrasah bahwa ada enam dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas sekolah/madrasah yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, dan kompetensi sosial.”

Kompetensi kepribadian pengawas sekolah/madrasah adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah dalam menampilkan dirinya atau performance diri sebagai pribadi yang:

  • Memiliki tanggung jawab sebagai pengawas satuan pendidikan. 
  • Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah 
  • Ingin tahu hal-hal baru tentang ilmu pengetahuan teknologi dan seni 
  • Memiliki motivasi kerja dan bisa memotivasi orang lain dalam bekerja”

Kompetensi supervisi manajerial adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah dalam melaksanakan pengawasan manajerial yakni menilai dan membina kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya yang ada di sekolah dalam mempertinggi kualitas pengelolaan dan administrasi sekolah. Kompetensi yang harus dimiliki pengawas sekolah/madrasah dalam dimensi kompetensi supervisi manajerial adalah:

  1. Menguasai pengetahuan tentang metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam meningkatkan mutu pendidikan. 
  2. Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan dan program pendidikan sekolah binaannya. 
  3. Menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan disekolah binaannya. 
  4. Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan dan menindak lanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya pada sekolah binaannya. 
  5. Membina kepala sekolah dalam pengelolaan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. 
  6. Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling pada sekolah binaannya. 
  7. Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokok di sekolah binaannya. 
  8. Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah binaannya.[18]

Jadi inti dari kompetensi manajerial adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah menguasai teori, konsep, metode dan tekhnik pengawasan pendidikan dan aplikasinya dalam menyusun program.

Yang ketiga adalah kompetensi supervisi akademik, yaitu kemampuan pengawas sekolah/ madrasah dalam melaksanakan pengawasan akademik yakni membina dan menilai guru dalam rangka mempertinggi kualitas pembelajaran yang dilaksanakan agar berdampak pada hasil belajar peserta didik.

Kompetensi evaluasi pendidikan adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah dalam kegiatan mengumpulkan, mengolah, menafsirkan dan menyimpulkan data dan informasi untuk menentukan tingkat keberhasilan pendidikan.

Kompetensi penelitian dan pengembangan adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian pendidikan/pengawasan serta menggunakan hasil-hasilnya untuk kepentingan peningkatan kualitas pendidikan.

Kompetensi sosial pengawas sekolah/madrasah adalah kemampuan pengawas sekolah/madrasah dalam membina hubungan dengan berbagai pihak serta aktif dalam kegiatan organisasi profesi pengawas (APSI). Kompetensi pengawas sekolah mengindikasikan dua keterampilan yang harus dimiliki pengawas sekolah yakni” 1.Keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan termasuk keterampilan bergaul 2. keterampilan bekerja dengan orang lain baik secara individu maupun secara kelompok/organisasi”[19]

6. Tantangan Supervisi Pendidikan

Menurut Kim Marshall, beberapa tantangan yang dihadapi supervisor sebagai berikut: a) Harapan yang Rendah, b) Resistensi Budaya, c) Isolasi guru, d) Kurangnya Kerja Tim, e) Kekacauan Kurikulum, f) Lemahnya antara Mengajar dan Penilaian, g) Misteri Pemeringkatan Kriteria, h) Tidak Fokus pada Pembelajaran.[20]

Dalam catatannya, Marshall mengemukakan bagaimana tertutupnya sekolah yang ia pimpin sehingga tertutup komunikasi antar guru. banyak guru yang khawatir dilihat apa yang mereka kerjakan di dalam kelas belajar, sehingga setiap mereka menutup ruang belajar dan melakukan aktifitas tanpa diketahui orang lain di luar kelas. Untuk mengatasi isolasi antara guru ini, Marshall mencoba membangun budaya keterbukaan dengan meleburkannya dalam suasana kebersamaan pada perayaan 350 tahun sekolah yang ia pimpin. Menjadi sekolah dasar tertua dan dirayakan ternyata bisa menimbulkan rasa kebanggaan guru.

Sedangkan di dalam makalah Ety Kurniyati dijelaskan bahwa tantangan dalam supervisi sebagai berikut:

1.  Pemimpin Yang Kurang Berwibawa

Kewibawaan sangat penting untuk menggerakan perubahan. Kewibawaan seseorang mampu menggerakan orang lain secara alami dengan kekuatan spiritualitasnya, aura yang memancar dengan kuat untuk mempengaruhi orang–orang  di sekitarnya. Kewibawaan dapat muncul dengan kejujuran, konsistesi (istiqomah) dalam menerapkan aturan, tidak pandang bulu, dan mempertanggung jawabkan perbuatan yang  telah dilakukan. Dalam bahasa agama  ada pepatah “Al-Istiqomah khoirum min alfi karamah” (konsosten lebih efektif  dari seribu kemuliaan), konsisten lahir dari kedisiplinan diri yang tinggi dalam bertutur  sapa, menjaga waktu, penampilan, dan mampu mengendalikan emosi.

2.  Lemahnya Kreatifitas

Supervisi membutuhkan kreativitas tinggi dari para supervisor untuk mencari solusi dari problem yang mendera di lapangan. Supervisor harus jeli membaca masalah, menganalisis, mengurai faktor penyebab dari berbagai problem yang dihadapi, dan harus dapat mengambil langkah yan tepat demi tercapai solusi yang efektif. Supervisor harus mempuyai data yang akurat dan obyektif, khususnya pengawas dan penilik yang biasanya sehari–hari tidak mengikuti proses belajar mengajar di sekolah binaannya. Hal ini juga berlaku bagi seorang kepala sekolah, walaupun setiap saat memantau perkembangan sekolah. Sehingga pihak-pihak yag disebutkan di atas mengetahui betul problem utama yang mengganggu jalannya proses belajar mengajar, namun kreativitas dalam memecahkan masalah juga di tunggu oleh personel sekolah.

Belum banyak supervisor yang memiliki kretivitas timggi dalam memecahkan masalah. Disinilah pentingnya supervisor meningkatkan kompetensi secara maksimal, sehingga ia mempu mengembangkan gaya berikir yang kreatif, kritis, inovatif, dan produktif. Sebab dari kretivitas berfikir itulah lahir ide-ide baru yang dapat menggerkan perubahan  dan mendorong  kemajuan di sekolah. Sudah seharusnya para supervisor mempelajari ilmu yang berkaitan dengan mutu dan kualitas sekolah dan menpelajari kendala-kendala yang dihadapi oleh para guru dan personil sekolah, dan kiat-kiat apa yang membuat sekolah dan guru berkualiatas dan berhasil menciptakan  out put yang sesuai dengan undang-undang pendidikan dan out come yang bermanfaat di masyarakat. Sudah waktunya para  supevisor aktif mengikuti informasi di media massa, cetak, maupun elektronik mengenai pola dan pembaharuan baru yang terjadi setiap saat sehingga ia bisa mentranformasikan kepada bawahan secara cepat dan akurat.

3.  Mengedepankan Formalitas, Mengabaikan Esensi

Kadang kita menghadapi supervisor  di lapangan yang melakukan pekerjan tidak serius atau asal-asalan, dan hanya mementingkan formalitas; ia hanya datang, melihat-melihat, mengisi buku tamu, bertanya sebentar, meminta tanda tangan, dan kemudian pulang. Banyak pula kepala sekolah yang hanya ingin mempertahankan jabatan tanpa melakukan pemberdayaan dan pengembangan pribadi dan lembaga secara terprogram. Kesibukan di jadikan alasan utama padahal jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan secara serius dan penuh pengabdian baik didunia maupun akhirat.

Madzhab formalis normalis memang mendominasi praktik dinegeri ini dari pada esensialis. Formalitas hanya membutuhkan tertib administrasi, sedangkan esensialis menggantungkan ukuran kesuksesannya dari pada tercapainya tujuan yang ditentukan. Diantaranya adalah tertib administrasi, meningkatkan sumber daya guru dan terwujudnya fasilitas yang memadai untuk mengembangkan potensi guru.

Menghadapi kaum formalis ini, solusinya adalah pengawasan dari pihak yang lebih tinggi atau tim penilai, atau pejabat yang berwewenang. Hal yang paling penting adalah keberanian bawahan untuk lebih aktif berkonsultasi, menyampaikan inisiatif atau menyampaikan perbandingan dengan sekolah lain. Dalam hal ini diharapkan supervisor lebih aktif dinamis dan kompetitif dalam menjalankan tugasnya sehingga para guru betul-betul merasakan manfaatnya secara riil bagi kemajuan sekolah itu sendiri. Jangan sampai kaun formalis mengalahkan aliran esensialis karena ini dapat merugikan stake holder.

4.  Kurangnya Fasilitas

Fasilitas sekolah merupakan sarana vital bagi realisasi tujuan yang dicanangkan. Laboratorium komputer, bahasa, fisika, biologi, sosial dan lain-lain sangat membantu guru dalam mempercepat pemahaman dan melahirkan skill berharga bagi anak didik. Dengan saran ini praktik bisa dilakukan sewaktu-waktu secara kreatif dan penuh tanggung jawab, guru berperan sebagai dinamisator, fasilitator, dan monivator dalam melatih anak didik untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya scara terus menerus.

Fasilitas identik dengan sekolah maju. Kuatnya pandangan bahwa sekolah negeri yang dijamin oleh pemerintah mempunyai fasilitas yang maju. Bagaimana dengan sekolah swasta yang terbatas dananya? Mampukah sekolah ini melakukan lompatan dalam pengadaan sarana dan prasarana sekolah sehingga bisa bersaing dengan sekolah negeri dan swasta berprestasi yang kuat finansialnya? Bagi sekolah-sekolah yang berkeyakinan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia pasti mereka menjawab mampu, bahkan melebihi sekolah negeri dan sekolah mapan, caranya tidak lain adalah membangun pondasi keuangan lembaga dan mengembangkan jaringan kerja sama dengan pihak luar yang menguntungkan bagi kedua pihak secara take and give. Namun bagi lembaga yang pesimis jawabannya selalu tak mungkin, bahkan mustahil. Sehingga sikap terbaik adalah menerima apa adanya, sambil berharap bantuan pihak lain tanpa ada langkah besar yang ditempuh.


C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa tantangan dalam supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:

1.    Harapan yang Rendah,

2.    Resistensi Budaya,

3.    Isolasi guru,

4.    Kurangnya Kerja Tim,

5.    Kekacauan Kurikulum,

6.    Lemahnya antara Mengajar dan Penilaian,

7.    Misteri Pemeringkatan Kriteria,

8.    Tidak Fokus pada Pembelajaran


2. Saran

       Kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama RI, Profesionalisme Pengawas Pendais, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003.

Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Dirjen Bagais, 2004.

David Yerkes, Webster’s Encyclopedie Unabridged Dictionary of the English Language, New York: Portland House, 1989.

David B.Guralink, Webster’s New World Dictionary of the American Language, Second College Edition, Williem Collins World Publishing Co, Inc, n.d.

Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal RI, Nomor 12 Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

E. Mulyasa, Manejmen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, Cet.V; Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003.

Komaruddin, Ensiklopedia Menejmen, Cet.l; Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Kim Marshall, Rethinking Teacher Supervision and Evaluation: How to Work Smart, Build Collaboration, and Close the Achivement Gap, San Fransisco: Wiley Imprint, 2009

Lutfi Makki, Supervisi, Bandung: Rosda Karya, 2007.

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1987.

Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, Dasar Teortis Untuk Praktek Profesional Bandung: Angkasa, 1982.

 

[1] Lutfi Makki,Supervisi, (Bandung: Rosda Karya, 2007), hal 23

[2] Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 4-6.

[3] E. Mulyasa, Manejmen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi (Cet.V; Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), h.154-155

[4] David Yerkes, Webster’s Encyclopedie Unabridged Dictionary of the English Language, (New York: Portland House, 1989), h. 1429.

[5] Ibid., h.1492.

[6]Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, Dasar Teortis Untuk Praktek Profesional (Bandung: Angkasa, 1982), h. 58.

[7]Departemen Agama RI, Profesionalisme Pengawas Pendais (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 5.

[8]Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Jakarta: Dirjen Bagais, 2004), h. 50.

[9] Ibid., h. 51-55

[10] Departemen Agama RI, Op.Cit., h.186.

[11] Ibid., h. 60-61.

[12]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1987), h. 86.

[13] Departemen Agama RI, op.cit., h.83

[14] Komaruddin, Ensiklopedia Menejmen (Cet.l; Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 712.

[15] David B.Guralink, Webster’s New World Dictionary of the American Language, Second College Edition (Williem Collins World Publishing Co, Inc, n.d), h. 1134.

[16] Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal RI, Nomor 12 Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 3-4.

[17] Departemen Pendidikan Nasional, UUGD, op. cit., h. 84.

[18] Departemen pendidikan Nasional,op. cit, h. 9

[19] Ibid

[20] Kim Marshall, Rethinking Teacher Supervision and Evaluation: How to Work Smart, Build Collaboration, and Close the Achivement Gap, San Fransisco: Wiley Imprint, 2009


Semoga Bermanfaat....

Post a Comment for "Tantangan Supervisor dalam Melaksanakan Supervisi Sekolah"