Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Analisis Kebijakan Pendidikan Birokrasi Kementerian Dalam Negeri

Analisis Kebijakan Pendidikan Birokrasi 
Kementerian Dalam Negeri
 
 
MAKALAH ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN BIROKRASI

 

PENDAHULUAN

Dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan kepemerintahan yang bersih (Clean Government) diperlukan sumber daya manusia yang professional. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang professional tersebut diperlukan peningkatan kompetensi, sikap, pengabdian dan kesetiaan terhadap fungsi dan tanggungjawab yang diemban. Dan untuk mewujudkan hal tersebut salah satu sarananya adalah melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat).

Pendidikan dan pelatihan yang dimaksud dalam peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 101 tahun 2000 adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Pendidikan dan pelatihan meliputi dua fungsi yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pelatihan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan instansi, 
  2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa, 
  3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat, 
  4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu dalam upaya mewujudkan kondisi aparatur dan kondisi birokrasi yang sehat, tertib, bersih dan berwibawa maka instansi-instansi kediklatan di seluruh Indonesia memiliki peranan yang cukup signifikan untuk mencetak tenaga-tenaga aparatur/pegawai yang professional.

Diklat sebagai salah satu cara pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur harus memiliki strategi dan kiat-kiat agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Dan salah satu instansi yang menyelenggarakan diklat adalah badan diklat kementerian dalam negeri yang saat ini dikenal dengan pengembangan sumber daya manusia. Untuk lebih jelasnya tentang kebijakan pendidikan birokrasi ini akan penulis bahas pada bab selanjutnya.

Selanjutnya penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan tentang pentingnya program kediklatan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur dalam kinerjanya. 

PEMBAHASAN

A. Konsep Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik adalah kajian ilmu terapan yang mempunyai tujuan memberikan rekomendasi kepada public policy maker dalam rangka memecahkan masalahmasalah publik. Di dalam analisis kebijakan terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalahmasalah kebijakan publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Dalam arti luas, analisis kebijakan adalah satu bentuk penelitian terapan yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai masalahmasalah sosial teknis dan untuk mencari solusi-solusi yang lebih baik. Karena berusaha menggunakan ilmu modern dan teknologi modern dalam menyelesaikan masalah-masalah masyarakat, analisis kebijakan mencari langkah-langkah yang mudah diamati, menyusun informasi dan bukti-bukti serta pengaruhpengaruh yang diakibatkan oleh penerapan suatu kebijakan yang dilakukan untuk membantu para pembuat kebijakan didalam memilih tindakan yang paling menguntungkan. Operation riset, analisis sistem, sistem biaya dan manfaat dan analisis efektivitas biaya ada dalam kategori yang sama dan sering dipakai dalam studi analisis kebijakan. Namun analisis kebijakan memperhitungkan kesulitan-kesulitan politik dan organisasi yang berhubungan dengan keputusan publik dan implementasinya.

William N. Dunn (1998) mengemukakan bahwa analisis kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.[1] Analisis kebijakan bukanlah sebuah keputusan, sebagaimana dikemukakan oleh Weimer and Vining (1998 : 1) The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision.[2]

Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasihat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Badjuri dan Yuwono (2002 : 66) mengemukakan lima argumen tentang arti penting analisis kebijakan publik, yaitu : [3]

  1. Dengan analisis kebijakan maka pertimbangan yang saintifik, rasional, dan objektif diharapkan dijadikan dasar bagi semua pembuatan kebijakan publik. Ini artinya bahwa kebijakan publik dibuat berdasarkan pertimbangan ilmiah yang rasional dan obyektif; 
  2. Analisis kebijakan publik yang baik dan komprehensif memungkinkan sebuah kebijakan didesain secara sempurna dalam rangka merealisasikan tujuan berbangsa dan bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan umum (public welfare); 
  3. Analisis kebijakan menjadi sangat penting oleh karena persoalan bersifat multidimensional, saling terkait (interdependent) dan berkorelasi satu dengan lainnya; 
  4. Analisis kebijakan memungkinkan tersedianya panduan yang komprehensif bagi pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Hal ini disebabkan analisis kebijakan juga mencakup dua hal pokok yaitu hal-hal yang bersifat substansial saat ini dan hal-hal strategik yang mungkin akan terjadi ada masa yang akan datang; 
  5. Analisis kebijakan memberikan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan partisipasi publik. Hal ini dikarenakan dalam metode analisis kebijakan mesti melibatkan aspirasi masyarakat.

Analisis kebijakan akan sangat membantu menghindari suatu kebijakan yang hanya memakai pertimbangan sempit semata atau pertimbangan kekuasaan semata. Sebagaimana diketahui pertimbangan yang scientifik dan rasional serta objektif dalam rangka pembuatan kebijakan publik kadang sulit diperoleh, karena kenyataan menunjukkan bahwa aspek politicking sangat mewarnai pembuatan kebijakan publik baik di pemerintah pusat maupun daerah. Dengan analisis kebijakan diharapkan dapat menghindari keadaan ini, karena analisis kebijakan memberikan informasi dan argumen yang lebih komprehensif dan dapat diterima masyarakat.

Kunci sukses dari analisis kebijakan adalah identifikasi masalah dan tujuan kebijakan, sayangnya ketika klien atau penentu kebijakan memberikan pekerjaan kepada analis, tujuan, dan masalah kebijakan kadang tidak tegas dikemukakan dan mungkin dikomunikasikan secara mendua kepada si analis. Bahkan mungkin bagi pembuat kebijakan tujuan-tujuan itu multi sifatnya dan saling bertentangan.

Tujuan yang berbeda-beda ini harus dicapai, dalam waktu yang berbeda-beda, sebagian secepatnya sementara yang yang lain mungkin didapatkan pada generasi berikutnya. Misalnya pendidikan, tujuan pendidikan primer dan sekunder. Pendidikan tersebut meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, meningkatkan kemampuan mental, meningkatkan karakter masyarakat, meningkatkan struktur sosial, bahkan mungkin membebaskan orangtua untuk bekerja dengan mengirim anak-anak ke sekolah.

Bagaimana seorang analis mengidentifikasi tujuan? Jelas tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa dia lebih handal untuk memilih tujuan dibanding orang yang memperkerjakannya. Kendati demikian dia harus menemukan satu tujuan atau satu set yang terbatas, untuk digunakan dalam analisisnya.

Alasan fundamental mengapa analisis diperlukan untuk menjelaskan tujuan dinyatakan oleh Hitch dalam (Quade, 1982) bahwa tidak mungkin mendefinisikan tujuan yang memadai tanpa mengetahui banyak tentang biaya dan kelayakan dalam mencapainya, dan pengetahuan ini ada pada analis.[4]

Dunn (2000 : 21) berpendapat bahwa dalam analisis kebijakan mengandung prosedur-prosedur sebagai berikut :[5]

  1. Perumusan masalah, menghasilkan informasi mengenai kondisikondisi yang menimbulkan masalah kebijakan; 
  2. Peramalan, menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan; 
  3. Rekomendasi, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah; 
  4. Pemantauan, menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan; 
  5. Evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:

  1. Telah mencapai titik kritis tertentu, jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; 
  2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu dan berdampak dramatis; 
  3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa; 
  4. Menjangkau dampak yang amat luas ; 
  5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; 
  6. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

B. Kebijakan Pendidikan Birokrasi

Istilah birokrasi telah diperkenalkan oleh Marthin Albrow sejak tahun 1745 dan hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat di masyarakat terutama kalangan akademisi. Sejak manusia lahir hingga meninggal selalu terlibat dalam urusan birokrasi. Anak lahir harus memiliki akta kelahiran, mati pun harus memiliki akta kematian. Kenyataan ini membernarkan pernyataan Etziomi Amitai dan Gerald Caiden bahwa hidup ini selalu membutuhkan birokrasi dan birokrasi tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia.

Birokrasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari hari. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan birokrasi sebagai: (a) sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan, dan (b) cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan yang banyak liku-likunya.

Wikipedia mendefinisikan birokrasi sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida dan biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan dengan jelas dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat banyak formulir yang harus dilengkapi.[6]

Ditinjau dari sudut etimologi, birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik. Kekuasaan melekat pada jabatan pimpinan organisasi untuk mengatur organisasi.[7]

Pejabat yang disebut birokrat itu melaksanakan tugasnya sesuai  dengan peran dan fungsinya. Birokrasi terjadi dalam suatu organisasi (pemerintah), sementara itu dalam suatu organisasi terdiri dari individu-individu yang bekerja. Individu-individu yang bekerja itulah yang memainkan peran dalam birokrasi. Untuk itu penting juga untuk memahami motivasi karir individu dalam organisasi. Seorang individu yang bekerja dalam organisasi ada yang memiliki motivasi untuk meniti karir tertinggi, tapi ada juga yang ingin tetap pada satu posisi yang saat ini diduduki.Permasalahan sering muncul ketika seorang individu yang menduduki posisi tertentu tidak lagi mampu melaksanakan tugas dan fungsi seperti yang diinginkan. Dalam kondisi semacam ini seringkali individu menerapkan strategi “tidak melakukan apa-apa”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai: Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Definisi birokrasi ini mengalami revisi, di mana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, dan cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai. Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).

Sedangkan Konsep birokrasi menurut Martin Albrow:

  1. Birokrasi sebagai organisasi sosial, 
  2. Birokrasi sebagai inefisiensi organisasi, 
  3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat 
  4. Birokrasi sebagai administrasi  negara (publik), 
  5. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat, 
  6. Birokrasi sebagai sebuah organisasi, dan 
  7. Birokrasi sebagai masyarakat modern.

Sementara itu, konsep birokrasi Menurut Max Weber yaitu:

  1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan; 
  2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi; 
  3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint); 
  4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan; 
  5. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi; 
  6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya; 
  7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; 
  8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Sedangkan lingkup birokrasi dapat diketahui berdasarkan perbedaan tugas pokok dan misi yang mendasari organisasi birokrasi yaitu :

  1. Birokrasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum dari tingkat pusat sampai daerah (Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan). 
  2. Birokrasi fungsional, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan umum pemerintahan. 
  3. Birokrasi pelayanan (Service-Bureaucracy), yaitu unit organisasi yang pada hakekatnya melaksanakan pelayanan langsung dengan masyarakat.

Menurut Ducan (1981) kinerja organisasi dapat diukur dengan indikator:

  1. Efisiensi, yaitu jumlah dan mutu dari hasil organisasi dibanding dengan masukan sumber; 
  2. Keseimbangan antara subsistem sosial dan antar personil; 
  3. Antisipasi dan persiapan untuk menghadapi perubahan.

Tujuan birokrasi :

  1. Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi  dan misi pemerintah dan Negara. 
  2. Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional. 
  3. Menjalankan manajemen pemrintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, prepentif, antisipatif, resolusi, dll 
  4. Memsistematiskan, mempermudah, mempercepat, mendukung, mengefektifkan, dan mengefisienkan pencapaian tujuan-tujuan pemerintahan. 
  5. Memudahkan masyarakat dan pihak yang berkepentingan untuk memperoleh layanan dan perlindungan 
  6. Menjamin keberlangsungan sistem pemerintahan dan politik suatu Negara.

Dari beberapa tujuan birokrasi di atas dapat diketahui bahwa inti dari birokrasi adalah untuk memudahkan masyarakat untuk memperoleh layanan, namun yang terjadi adalah sebaliknya, birokrasi malah menyulitkan masyarakat.

Dari penelitian diketahui bahwa SDM birokrasi di Indonesia masih buruk disbanding Negara-negara tetangga. Menurut Faisal Tamim, dari 3,6 juta orang PNS, yang betul-betul menjalankan tugas secara professional hanya 60-65%.

Padahal untuk saat ini, PNS yang kompeten sangat dibutuhkan dalam mengatasi lima persoalan aparatur Negara, yaitu:

  1. Meluasnya praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di lingkungan administrasi Negara. 
  2. Lemahnya profesionalisme aparatur 
  3. Lemahnya moral/etika dan etos kerja aparatur Negara (lemahnya disiplin, tanggung jawab, kurang mengindahkan norma atau etika kerja. 
  4. Lemahnya mutu penyelenggaraan pelayanan public yang terlihat dari banyaknya praktek pungutan liar, tidak ada kepastian, dan prosedur yang berbelit-belit.

Mengingat kondisi tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai upaya bagi peningkatan kompetensi SDM aparatur. Salah satu upaya yang sudah diimplementasikan adalah program pendidikan dan pelatihan/ Diklat. Sasaran diklat adalah untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing, baik untuk diklat kepemimpinan, teknis maupun professional.


C. Konsep Diklat (Pendidikan dan Pelatihan)

Wasti Sumarno mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses belajar yang menghasilkan pengalaman yang memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah. Sedangkan pelatihan adalah keseluruhan proses, teknik, dan metode belajar-mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sementara itu R.A. Plant dan R.J. Ryan (1994) menyatakan bahwa pelatihan (training) mencakup pengembangan berbagai informasi kepada individu atau kelompok sehingga mereka mendapatkan berbagai informasi baru. Pengertian lain tentang “pelatihan” dikemukakan oleh John V. Chelsom (1997), yaitu sebagai proses pembelajaran yang melibatkan sejumlah pencapaian, baik keterampilan, konsep, dan aturan ataupun perilaku guna meningkatkan kinerja karyawan.

Jadi, Pendidikan dan pelatihan/ Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.

Perbedaan esensial antara pendidikan dan pelatihan terletak pada tujuannya. Program pelatihan memiliki sasaran dan tujuan yang jelas sehingga pesertanya dianggap sebagai bahan baku yang perlu diproses agar menjadi produk yang sudah direncanakan. Sedangkan pendidikan, lebih ditekankan pada aspek memanusiakan manusia.

Pandangan di atas tidak jauh berbeda dengan pendapat brown yang menyatakan bahwa “pendidikan bertujuan untuk memberikan pengetahuan, sedangkan pelatihan bertujuan pada perbaikan prilaku”. Sesuai dengan pendapat ini maka pelatihan harus lebih tertata dari pada pendidikan karena pengetahuan dapat ditransfer kapan saja. Sedangkan pelatihan harus disusun secara sistematis agar sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.

Menurut Sikula dalam Martoyo, tujuan pelatihan adalah sebagai bentuk pengembangan sumber daya manusia yang meliputi: (1) Productivity, (2) Quality, (3) Human Resources Planning, (4) Morale, (5) Indirect Compensation, (6) Health and Safety, (7) Obsolescence Preventation, dan (8) Personal Growth.

Sasaran pendidikan dan pelatihan adalah terwujudnya pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Dengan demikian, Diklat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

Jenis pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 101 tahun 2000, yaitu:

1. Pendidikan dan pelatihan prajabatan

Jenis Diklat ini dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika pegawai negeri sipil, di samping pengetahuan dasar tentang system penyelenggaraan pemerintahan Negara, bidang tugas, dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat.

2. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan

Jenis diklat ini dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai negeri sipil agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan terdiri dari:

  1. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan structural. 
  2. Pendidikan dan pelatihan fungsional, dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. 
  3. Pendidikan dan pelatihan teknis, dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pegawai negeri sipil.

Dalam penyelenggaraan program pelatihan, setidaknya ada empat komponen penting yang perlu diperhatikan, karena akan menentukan efektivitas pelaksanaan pelatihan. Keempat komponen dimaksud, yakni:

  1. Aspek metode, 
  2. Aspek instruktur, 
  3. Aspek kurikulum, dan 
  4. Aspek fasilitas.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah proses memanusiakan manusia dan membekali pesertanya dengan keterampilan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerjanya.

Beberapa kajian empirik memperlihatkan bahwa mutu penyelenggaraan Diklat sangat ditentukan oleh enam komponen penting, yaitu:

  1. Ketepatan struktur kurikulum dan isi; 
  2. Kesiapan peserta Diklat; 
  3. Kemampuan widyaiswara/ pengajar; 
  4. Kemampuan penyelenggara; 
  5. Kelengkapan sarana dan prasarana Diklat; serta 
  6. Kesesuaian standar pembiayaan Diklat

Dalam manajemen Diklat dikenal beberapa tahapan yang harus dilakukan agar program Diklat itu berjalan dengan efektif. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)

Analisis kebutuhan diklat merupakan langkah pertama dalam proses penyelenggaraan Diklat. Oleh karena itu, Analisis Kebutuhan Diklat memiliki peranan yang amat strategis untuk menentukan apakah program Diklat tersebut benar-benar dibutuhkan organisasi atau tidak. Analisis Kebutuhan Diklat akan mendeskripsikan kebutuhan kompetensi yang harus dipenuhi oleh Diklat, baik pada level individu dan unit maupun organisasi.

Mengenai AKD ini, Stephen M. Brown mendefinisikan kebutuhan sebagai suatu ketimpangan atau gap antara “apa yang seharusnya” dengan “apa yang senyatanya” . Kebutuhan dapat pula diartikan sebagai kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Lebih lanjut Zane L. Berge mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan yang meliputi kebutuhan normatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diekspresikan, kebutuhan komparatif, dan kebutuhan masa mendatang.

Dalam suatu organisasi, Marcel R. Van der Klink dan Jan N. Streumer membagi AKD dalam tiga tingkatan sebagai berikut: (1) Kebutuhan pada level organisasi, yaitu identifikasi kebutuhan Diklat yang mempengaruhi kinerja seluruh organisasi, misalnya Diklat yang bertujuan mensosialisasikan perubahan budaya organisasi; (2) Kebutuhan pada level tugas atau pekerjaan, yaitu identifikasi kebutuhan Diklat yang mempengaruhi kelompok pekerjaan atau tugas tertentu, misalnya kebutuhan Diklat akan sistem akuntansi pada bagian keuangan; dan (3) Kebutuhan pada level individu, yaitu identifikasi kebutuhan Diklat yang mempengaruhi kinerja individu atau yang menjadi kebutuhan individu, misalnya kebutuhan Diklat tentang manajemen waktu bagi pegawai tertentu.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Russel, dalam Sulistiyani & Rosidah bahwa tahapan diklat meliputi:

  1. Penilaian kebutuhan pelatihan (need assesment). Bertujuan mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program diklat, 
  2. Pengembangan program pelatihan (development). Bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan metode pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan, 
  3. Evaluasi program pelatihan (evaluation). Bertujuan untuk menilai apakah diklat telah mencapai tujuan yang diharapkan.

Adanya tahapan tersebut program diklat benar-benar dirancang sesuai dengan kebutuhan. Manfaat adanya analisis kebutuhan diklat adalah sebagai dasar menyusun program diklat.

Secara menyeluruh prosedur penyelenggaraan diklat adalah sebagai berikut:

  1. Perencanaan Diklat. Penyelenggaraan diklat perlu direncanakan dengan cermat agar tujuan diklat dapat tercapai dengan baik. Kegiatannya meliputi: a) Menentukan tujuan diklat,Penyusunan program. 
  2. Penyelenggaraan Diklat. Dalam penyelenggaran diklat perlu memperhatikan aspek-aspek terkait dengan event organization (EO). Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a) penetapan organizing commite (OC), 2) Staring commitee (SC). 
  3. Evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu bagian penting yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan diklat supaya kegiatan diklat mempunyai nilai guna yang maksimal dalam peningkatan kualitas SDM dan pengembangan organisasi. Tahap evaluasi diklat dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan yang dicanangkan sudah tercapai atau belum. Dan apakah diklat yang dilaksanakan sudah mampu menjawab permasalahan-permasalahan kinerja kepegawaian atau organisasi.

D. Hasil Penelitian Kebijakan Pendidikan Birokrasi Kemendagri

Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri yang sekarang dikenal dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia beralamat di Jalan Taman Makam Pahlawan Nomor 8 Kalibata Jakarta Selatan. Penulis datang ke kantor Badan Diklat Kemendagri pada tanggal 13 April 2015 dan melakukan wawancara dengan sekretaris badan diklat, yaitu bapak La Ode Muhammad Salmar.

Berdasarkan hasil wawancara, badan diklat kemendagri menyelenggarakan diklat bagi aparatur di lingkungan departemen dalam negeri, aparatur di lingkungan pemerintahan provinsi dan aparatur di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota.[8]

Visi badan diklat kemendagri adalah Terdepan Dalam Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Aparatur Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah.

Misinya adalah:

  1. Mengembangkan program diklat. 
  2. Meningkatkan kapasitas SDM tenaga kediklatan 
  3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama kediklatan 
  4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana diklat. 
  5. Melakukan reformasi diklat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan diklat. 
  6. Memanfaatkan teknologi informasi 
  7. Melaksanakan diklat.

Sedangkan motto dari diklat kemendagri yaitu penyelenggaraan diklat yang professional dan berkesinambungan.

Lembaga diklat menyelenggarakan diklat berdasarkan kebijakan peningkatan kompetensi aparatur dan strategi diklat. Strategi diklat ditetapkan secara periodic oleh pimpinan lembaga diklat dengan mempertimbangkan:

  1. Rencana strategis 
  2. Keterkaitan tugas dan satuan kerja 
  3. Tantangan tugas 
  4. Kapasitas lembaga dan tenaga kediklatan 
  5. Kebutuhan belajar peserta

Manajemen diklat diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Kegiatan perencanaan meliputi : analisis kebutuhan, anggaran, penentuan peserta, kepanitian, penentuan widyaswara, kurikulum, dan sarana prasarana. Pelaksanaan diklat dilakukan oleh tenaga kediklatan yang terdiri dari pengelola diklat, petugas pelaksana diklat, pemberi materi diklat dan tenaga evaluasi diklat.

Syarat pengelola diklat harus memiliki sertifikat diklat. Sedangkan tenaga pengajar/widyaswara syaratnya adalah: telah mengikuti diklat bagi pengajar (training of trainer) atau pendidikan lain yang sejenisnya, memiliki kompetensi untuk mengampu materi pembelajaran, menguasai metodologi pembelajaran, mempresentasikan hasil diklat, pendidikan minimal S1, dan tidak boleh lebih dari 40 tahun.

Kegiatan terakhir yaitu evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keberhasilan peserta diklat, apakah telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Evaluasi terdiri dari pretest dan post-tes. Pretest yaitu penilaian sebelum peserta mengikuti diklat. Sedangkan post-tes dilakukan setelah diklat dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat perkembangan peserta diklat.

Evaluasi yaitu suatu kegiatan yang bertujuan mengukur keberhasilan diklat dalam pengertian mengukur perbedaan antara keadaan peserta sebelum masuk diklat dengan keadaan peserta sesudah menyelesaikan diklat. Adakah perkembangan/kemajuan/peningkatan kinerja atau sebaliknya, menurun atau tetap/tidak mengalami perubahan. Evaluasi juga merupakan kegiatan untuk memilih kegiatan pendidikan selanjutnya, apakah program diklat perlu ditingkatkan. Dengan perkataan lain evaluasi diklat dipakai sebagai salah satu masukan untuk menentukan keputusan suatu diklat (apakah suatu program diklat perlu dilanjutkan, apakah subsistem diklat perlu ada perubahan).

La Ode juga menyebutkan bahwa jenis diklat yang dilaksanakan di kemendagri yaitu diklat kepemimpinan, fungsional dan teknis. Diklat Kepemimpinan adalah diklat yang memberikan wawasan, pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku dalam bidang kepemimpinan aparatur, sehingga mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan dalam jenjang jabatan struktural tertentu. Diklat Kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat Kepemimpinan terdiri atas empat jenjang:


    Diklat Kepemimpinan Tingkat IV untuk Jabatan Struktural Eselon IV.

    Diklat Kepemimpinan Tingkat III untuk Jabatan Struktural Eselon III.

    Diklat Kepemimpinan Tingkat II untuk Jabatan Struktural  Eselon II.

    Diklat Kepemimpinan Tingkat I untuk Jabatan Struktural   Eselon I.


Sedangkan Diklat Fungsional adalah diklat yang memberikan bekal pengetahuan dan/atau keterampilan bagi Pegawai Negeri Sipil sesuai keahlian dan keterampilan yang diperlukan dalam jabatan fungsional. Diklat Fungsional adalah jenis Diklat Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Diklat fungsional keahlian yaitu diklat yang memberikan pengetahuan dan keahlian fungsional tertentu yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas jabatan fungsional keahlian yang bersangkutan.

Diklat fungsional ketrampilan yaitu diklat yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan fungsional tertentu yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas jabatan fungsional keahlian yang bersangkutan. Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Kompetensi Teknis adalah kemampuan PNS dalam bidang-bidang teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masing-masing. Diklat teknis bidang umum/administrasi dan manajemen yaitu diklat yang memberikan ketrampilan dan/atau penguasaan pengetahuan di bidang pelayanan teknis yang bersifat umum dan di bidang administrasi dan manajemen dalam menunjang tugas pokok instansi yang bersangkutan. Diklat teknis substantif yaitu diklat yang memberikan ketrampilan dan/atau penguasaan pengetahuan teknis yang berhubungan secara langsung dengan pelaksanaan tugas pokok instansi yang bersangkutan.


Perekrutan peserta diklat melalui mekanisme Tim Seleksi Peserta Diklat (TSPD) :

  1. Perekrutan calon peserta diklat untuk mengikuti diklat yang merupakan syarat menduduki jabatan strategis tertentu dilakukan melalui mekanisme Tim Seleksi Peserta Diklat (TSPD). 
  2. Perekrutan calon peserta diklat untuk mengikuti diklat yang bukan merupakan syarat menduduki jabatan strategis tertentu tidak harus melalui mekanisme Tim Seleksi Peserta Diklat (TSPD). 
  3. Perekrutan calon peserta Tugas Belajar dilakukan melalui mekanisme Tim Seleksi Peserta Diklat (TSPD).


Penyelenggaraan Diklat PNS dapat diselenggarakan secara klasikal, dalam arti tatap muka di dalam kelas. Selain itu dapat juga diselenggarakan secara nonklasikal yaitu dengan pelatihan di alam bebas, pelatihan di tempat kerja dan pelatihan dengan sistem jarak jauh.

Persyaratan umum peserta diklat adalah:

  1. Memiliki potensi untuk dikembangkan. 
  2. Memiliki motivasi tinggi untuk pengembangan diri. 
  3. Mampu menjaga reputasi dan kredibilitas sebagai Pegawai Negeri Sipil. 
  4. Memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap tugas organisasi. 
  5. Berprestasi baik dalam melaksanakan tugas. 
  6. Sehat  Jasmani dan rohani.

E. Analisis Kebijakan Pendidikan Birokrasi Di Kemendagri

Manajemen diklat yang dilakukan oleh kemendagri diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Kegiatan perencanaan meliputi: analisis kebutuhan, anggaran, penentuan peserta, kepanitian, penentuan widyaswara, kurikulum, dan sarana prasarana. Pelaksanaan diklat dilakukan oleh tenaga kediklatan yang terdiri dari pengelola diklat, petugas pelaksana diklat, pemberi materi diklat dan tenaga evaluasi diklat.

Selain itu, ada beberapa kebijakan baru yang dikeluarkan oleh kemendagri terkait dengan diklat tersebut, yakni:

  1. Diklat (pendidikan dan pelatihan) berubah nama menjadi Badan pengembangan sumber daya manusia. 
  2. Badan pengembangan sumber daya manusia memberikan pelatihan dan pengembangan kepada peserta tidak hanya sekedar memberikan teori tetapi langsung dipraktekkan. Dengan artian, saat ini pelatihan yang dilakukan lebih kepada praktek sehingga para peserta lebih memahami dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh pemateri.

Meskipun begitu, dari analisa penulis, balai diklat kemendagri belum sepenuhnya melaksanakan kebijakan yang mereka buat. Jika dilihat dari segi manajemen, mereka kurang melakukan pengawasan, terlebih untuk daerah-daerah otonomi. Sehingga inilah yang menyebabkan munculnya permainan politik di dalamnya. Selain itu, evaluasi terhadap peserta diklat juga tidak dilakukan dengan baik sehingga banyak peserta diklat yang tidak mengalami perubahan setelah mengikuti diklat.

Baca juga: Format penulisan makalah yang benar

PENUTUP

Diklat/Pembinaan SDM aparatur merupakan keharusan yang tak bisa ditawar lagi. Diklat aparatur bertujuan untuk membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan, pembimbingan pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan, pelaksaan program secara terkoordinasi, tertib, efektif dan efisien. Selain itu, derasnya arus perubahan jaman dan tuntutan globalisasi yang melanda semua negeri, menuntut aparatur mampu membaca segala kemungkinan dan peluang yang ada. Untuk mampu membaca peluang dan kemungkinan tersebut, penguasaan ilmu pengetahuan yang diimbangi keahlian dalam memanfaatkan teknologi informasi menjadi sangat urgen.

Badan diklat kemendagri menyelenggarakan berbagai jenis diklat baik diklat prajabatan maupun diklat dalam jabatan. Diklat dalam jabatan yaitu diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat teknis.

Penyelenggaraan kegiatan diklat diawali dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan meliputi analisis kebutuhan, penentuan peserta, tenaga kediklatan, widyaswara/tenaga pengajar diklat, sarana dan prasarana dan juga kurikulum. Pelaksanaan diklat mengacu kepada perencanaan yang telah dibuat. Sedangkan evaluasi dilakukan dalam dua jenis yaitu pre test dan post test. Pre test dilakukan sebelum pelaksanaan diklat, dan post tes dilakukan setelah pelaksanaan diklat.

REFERENSI

Badjuri & Teguh Yuwono, Kebijakan Publik Konsep dan Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro, 2002.

E.S. Quade. Analysis for Public Decisions, New York: Elsevier Science Publishing Co. 1984.

Thoha, M. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

William Dunn, Public Policy Analysis. New Jersey: Prentice Hall Inc, Englewood, 1991.

Weimer, David L. & Aidan R Vining.. Policy Analysis, Concept, and Practice. New Jersey: Practice Hall, Upper Saddle River, 1998.




Post a Comment for "Analisis Kebijakan Pendidikan Birokrasi Kementerian Dalam Negeri"