Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Kebijakan Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Reformasi

Kebijakan Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Reformasi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era reformasi dimulai sejak berakhirnya masa orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Reformasi adalah suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Era reformasi dikenal pula dengan istilah era baru.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu hampir seluruh rakyat indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.

Secara rinci ada enam penjabaran agenda reformasi yaitu: suksesi kepemimpinan Nasional, amandemen UUD 1945, pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah. Masa reformasi berlangsung hingga sekarang.

Keadaan pendidikan islam era reformasi jauh lebih baik daripada pemerintahan masa orde baru. Pada masa ini pendidikan Islam sudah memiliki jenjang yang baku seperti Madrasah Ibtidaiyyah untuk tingkatan dasar. Madrasah Tsanawiyyah untk tingkatan menengah pertama dan Madrasah Aliyah untuk tingkatan menengah atas.

Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan pendidikan orde baru yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.

Pada Masa Reformasi pendidikan Agama Islam lebih diperhatikan dan disamakan kedudukannya dengan pendidikan umum. Salah satunya adalah dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang mengatur diberbagai bidang pendidikan salah satunya adalah bidang Pendidikan Agama Islam yang memiliki kedudukan sama dengan pendidikan umum.

pixabay

 

PEMBAHASAN

A. Pengertian Reformasi

Reformasi adalah era menuju perubahan. Era reformasi dimulai pada tahun 1998 sampai dengan sekarang. Menurut Baskoro reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan alasan tersebutlah maka perlu kiranya diadakan suatu perombakan menyeluruh dari suatu sistem kehidupan suatu bangsa dan negara dalam aspek-aspek politik, ekonomi, hukum, termasuk juga pendidikan.[1]

Reformasi dilakukan  untuk menciptakan suatu masyarakat Indonesia yang bersatu dan demokratis atau masyarakat yang berdaya. Dalam masyarakat demokrasi, setiap masyarakat mempunyai keberdayaan untuk mandiri dan bukan tertekan oleh kekuasaan absolut. Keadaan yang tertekan dan terbelenggu oleh diktator dan sentralisasi, akhirnya mengantarkan Indonesia kepada era reformasi.

Pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh Habibie cukup berat, karena masyarakat baru merasakan kebebasan, sehingga disana sini terjadi pemberontakan dan kekacauan. Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runtuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi.

Reformasi yang terjadi, tentunya membawa dampak juga bagi  pendidikan. Isu reformasi pendidikan bukanlah suatu yang baru. Gagasan pembaruan pendidikan memiliki momentum yang amat mendasar, dan berbeda dengan gagasan pada era sebelumnya.

Salah satu perubahan dasar dari reformasi pendidikan dalam era reformasi ini menurut Rosyada (2013:12) adalah lahirnya UU No. 29 Tahun 1999, serta Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kedua Undang-undang tersebut membawa perspektif baru yang amat revolusioner dalam pendidikan, yang mendorong pendidikan menjadi urusan publik luas dan mengurangi otoritas pemerintah. Arah reformasi pendidikan menurut Rosyada (2013) adalah demokratisasi dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan, didukung oleh komunitasnya sebagai kontributor dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sistem pemerintahan pada era reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai berikut:

  1. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran, baik lisan maupun tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multipartai. 
  2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta tanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindaklanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi. 
  3. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggungjawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya. 
  4. Dengan amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

Dapat disimpulkan bahwa reformasi adalah perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, reformasi umumnya merujuk kepada gerakan manusia pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah orde baru, yaitu era reformasi.

B. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah yang berarti mendidik. Sasaran pendidikan tidak hanya terfokus kepada perkembangan jasmani peserta didik, namun rohani juga menjadi perhatian dalam kegiatan pendidikan. Para ahli pendidikan banyak memberikan definisi tentang makna pendidikan yang semunya mengarah kepada perbaikan diri peserta didik.

Marimba mendefinisikan pendidikan dengan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.[2] Sementara itu, Zuhairini, dkk mengelompokkan definisi pendidikan menjadi dua kelompok, yaitu pendidikan dalam arti luas dan pendidikan dalam arti sempit. Pendidikan dalam arti luas adalah seluruh proses hidup dan kehidupan manusia, segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh pendidikan baginya. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit adalah suatu kegiatan memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh yang pada prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.[3]

Ahmad Tafsir[4] mengatakan bahwa pendidikan adalah kegiatan pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik), mencakup pendidikan formal, maupun nonformal serta informal.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabar dalam sunnah Rasul.[5] Pendidikan Islam banyak memiliki tujuan yang ingin dicapai, dan yang paling tinggi adalah penanaman nilai-nilai akhlaqul karimah kepada seseorang. Tujuan pendidikan Islam adalah mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul karimah.

Zarkowi Soejoeti dalam makalahnya tentang ”Model-model Perguruan Tinggi Islam” sebagaimana yang dikutip oleh A. Malik Fadjar mengemukakan bahwa pendidikan Islam paling tidak mempunyai tiga pengertian. Pertama, lembaga pendidikan Islam itu pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat mengejawantahkan nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lembaga pendidikan itu dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Dalam pengertian ini, Islam dilihat sebagai sumber nilai yang harus diwujudkan dalam kehidupan lembaga pendidikanyangbersangkutan. Kedua, lembaga pendidikan yang memberikan perhatian dan menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin dalam program kajian sebagai ilmu dan diperlakukan sebagai ilmu-ilmu lain yang menjadi program kajian lembaga pendidikan Islam yang bersangkutan. Ketiga, mengandung dua pengertian di atas dalam arti lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus tercermin dalam penyelenggaraannya maupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam program kajiannya.[6]

Konsep pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan oleh Zarkowi Soejoeti tersebut, walaupun belum cukup memadai secara falsafi untuk disebut sebagai pendidikan Islam, tetapi dapat dijadikan sebagai pengantar dalam memahami pendidikan Islam secara lebih mendasar.

Pendidikan Islam sangat berperan untuk senantiasa diaktualisasikan sehingga bisa menjadi petunjuk sesuai dengan fungsinya antara lain sebagai faktor pembimbing, pembina, pengimbang, penyaring dan pemberi arah dalam hidup.[7]

Menurut H. M Arifin, dengan mengutip rumusan dari hasil seminar Pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 17- 11 Mei 1960, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Islam membimbing, mengarahkan dan mengasuh serta mengajarkan atau melatih, mengandung pengertian usaha memengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.[8]

Setidak-tidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari definisi pendidikan di atas, yaitu 1). Pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap keduanya harus serasi, selaras, dan seimbang. 2). Pendidikan Islam mendasarkan konsepnya pada nilai-nilai relegius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri.

Ayat ini menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yaitu bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Dialah pendidik yang pertama dan utama. Bedanya dengan orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama adalah bahwa orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak anaknya dalam keluarga. Allah adalah pendidik pertama dan utama bagi seluruh makhluk manusia, bahkan seluruh alam. Tidak ada satu pendidikan yang terjadi dalam keluarga, bahkan dalam alam jagat raya ini, tanpa Allah sebagai pendidik pertama dan utama yang mengajarkan ilmunya kepada manusia dalam hal ini Adam sebagai manusia pertama.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.


C. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Di dalam bahasa Inggris kebijakan disebut “policy”. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan.

Kebijakan menurut Anderson yang dikutip oleh Ali Imron mengemukakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.[9] Sementara Budiarjo berpendapat bahwa kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.[10]

Pengertian di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Kebijakan tersebut merupakan aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat siapa pun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijakan tersebut.

Menurut Hoogerwerf pada hakekatnya kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, yaitu upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah. James E. Anderson[11], memberikan rumusan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

Sedangkan menurut Aminullah yang dikutip oleh Edi Suharto[12], menyatakan bahwa: “kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh”.

       Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:

  1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 
  2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum, sedangkan untuk tingkat pusat menggunakan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang. 
  3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu politisasi suatu permasalahan (penyusunan agenda), perumusan dan pengesahan program, pelaksanaan program, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.[13]

Sedangkan aktivitas pemerintah yang menyangkut kebijakan meliputi dua hal, Pertama; sejumlah aktivitas dan proses yang menghasilkan suatu rumusan kebijakan (pernyataan mengenai tujuan yang hendak dicapai) yang menyangkut intern pemerintahan maupun yang menyangkut masyarakat umum. Kedua; pelaksanaan kebijakan yang mencakup upaya-upaya penyediaan sumber daya bagi pelaksana kebijakan, membuat peraturan, dan petunjuk pelaksanaan, menyusun rencana detail kegiatan, pengorganisasian pelaksanaan, dan memberikan pelayanan dan kemanfaatan.

Kebijakan pendidikan pada zaman reformasi mengalami suatu perkembangan yang pada dasarnya lebih maju daripada pendidikan pada zaman orde baru. Pendidikan pada zaman reformasi mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih terfokus pada pengelolaan masing-masing daerah. Dalam hal tenaga kependidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Sedangkan sarana dan prasarana juga sudah mengalami suatu peningkatan yang baik.

Pada masa reformasi, pemerintah Indonesia memberikan otonomi kepada setiap daerah untuk meninggkatkan kualitas lembaga pendidikan masing-masing. Sehingga, dengan adanya otonomi daerah tersebut banyak bermunculan sekolah-sekolah yang bernuansa Islam yang lebih dikenal dengan sekolah Islam terpadu yang memadukan antara kurikulum Depdiknas dengan kurikulum Depag. Pada saat itu pula, dibentuk sebuah jaringan yang mengurusi sekolah Islam terpadu yang dinamakan dengan jaringan Islam terpadu (JSIT) Indonesia.[14]

Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan orde baru yang dilakukan secara menyeluruh. Filosofis pendidikan di zaman reformasi ini adalah demokratis dan desentralisasi.

1.  Demokratis

Demokratis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan, dan apabila digabungkan menjadi bermakna kekuasaan di tangan rakyat.[15] Istilah demokrasi biasanya dipakai dalam politik, yang bermakna kekuasaaan negara berada di tangan rakyat melalui undang-undang yang diputuskan rakyat, bukan oleh kekuasaan raja atau pemimpin; dalam pemerintahan demokrasi presiden diangkat oleh rakyat dan harus bertanggungjawab terhadap rakyat melalui mekanisme perwakilan.

Demokratis dapat juga diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

Ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah:[16]

  • Kedaulatan ada di tangan rakyat. 
  • Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong. 
  • Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. 
  • Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi. 
  • Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban. 
  • Menghargai hak asasi manusia. 
  • Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak. 
  • Tidak menganut sistem monopartai. 
  • Pemilu dilaksanakan secara luber. 
  • Mengandung sistem mengambang.

Kemudian fungsi dari Demokrasi Pancasila adalah menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Menjamin tetap tegaknya negara RI. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila, Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara, dan menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.

Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah di mana semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik, juga mempunyai kewajiban yang sama untuk membangun pendidikan nasional yang berkualitas. Demokrasi bukan sekedar prosedur atau susunan pemerintah, tetapi merupakan nilai-nilai.

Lebih jauh Tilaar (2010:12) menyatakan bahwa dalam era reformasi ini diharapkan pendidikan bukan melahirkan robot-robot yang hanya menerima petunjuk dan restu dari atas tetapi pendidikan mengembangkan pribadi-pribadi yang keratif.

2.  Desentralisasi

Menurut badan otonom PBB, UNDP, desentralisasi merujuk pada restrukturisasi atau reorganisasi wewenang sehingga ada sebuah sistem tanggung jawab bersama antara institusi pemerintah pada tingkat pusat dan daerah menurut prinsip subsidiaritas, sehingga bisa meningkatkan keseluruhan kualitas dan keefektifan sistem pemerintahan, dan juga meningkatkan wewenang dan kapasitas daerah. Dengan desentralisasi, diharapkan mampu memberikan peluang bagi terciptanya pemerintahan yang baik, seperti meningkatkan peluang masyarakat unstuck berpartisipasi dalam bidang ekonomi, sosial, dan berbagai keputusan politik; membantu kapasitas rakyat yang masih dalam taraf berkembang, dan memperluas tanggung jawab, transparansi, dan akuntabilitas.[17]

Beberapa kebijakan pendidikan Islam era reformasi dapat penulis jelaskan di bawah ini:

  1. Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang nomor 2 tahun 1989 menjadi Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Jika pada undang-undang nomor 2 tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan Pesantren, Ma’had Ali, Roudhatul Athfal (taman kanak-kanak) dan Majelis Taklim termasuk dalam sistem pendidikan Nasional. 
  2. Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan Islam 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi siswa yang kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah kementerian agama dan kementerian pendidikan nasional. Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar, pendidikan saat ini mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang siginifikan dibandingkan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendidikan Islam. 
  3. Program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan Nasional, tetapi juga di lembaga kementerian pendidikan agama. 
  4. Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar Nasional dan Internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan bagi sekolah yang akan ditetapkan sebagai SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan Internasional bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah kementerian pendidikan Nasional, melainkan juga pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Agama. 
  5. Kebijakan sertifikasi bagi semua guru dan dosen baik Negeri maupun swasta, baik umum maupun guru agama, baik guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga guru dan dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi guru dan dosen, juga mengalokasikan anggaran biayanya sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial para guru dan dosen dapat ditingkatkan. 
  6. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi  (KBK/tahun 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran, melainkan juga dituntut memiliki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, dan mandiri. Peserta didik yang demikian yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat. 
  7. Pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada guru (Teacher Centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid (student centris) melalui kegiatan learning (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah tetapi juga diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan, dan penemuan. 
  8. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan (To Give Good Service And Satisfaction For All Customers).  Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan secara terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional pendidikan (SNP). 
  9. Kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus.

KESIMPULAN

  1. Era reformasi dimulai pada tahun 1998 sampai dengan sekarang. Reformasi adalah era menuju perubahan atau perombakan suatu sistem kehidupan bangsa dan negara, baik dalam aspek-aspek politik, ekonomi, hukum, termasuk juga pendidikan. 
  2. Sistem pemerintahan pada era reformasi dapat dilihat dari aktivitas Kenegaraan sebagai berikut: (a) Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran, baik lisan maupun tulisan, (b) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab, (c) Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. 
  3. Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan orde baru. Filosofis pendidikan di zaman reformasi ini adalah demokratis dan desentralisasi. 
  4. Beberapa kebijakan pendidikan Islam era reformasi adalah sebagai berikut: (a) Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, (b) Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan Islam 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), (c)  Program wajib belajar 9 tahun, (d) Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), (e) Kebijakan sertifikasi bagi semua guru dan dosen baik Negeri maupun swasta, baik umum maupun guru agama, baik guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Agama, (f) Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi  (KBK/tahun 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (g) Pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada guru, (h) Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan (To Give Good Service And Satisfaction For All Customers), (i) Kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan.


DAFTAR PUSTAKA


  1. Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al Maarif, 1989. 
  2. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. 
  3. A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia, 1999. 
  4. Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya, Ed.I, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002. 
  5. Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Bandung: Kencana, 2013. 
  6. Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika Aditama, 2005. 
  7. H. M Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. 
  8. James E. Anderson, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart And Wiston, 1978. 
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 
  10. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1999. 
  11. Syekh AliMahfuz, Hidayat al-Musyidin Cet. VI; Kairo: al-Matba’at al-Usmaniyyah al-Misiyyah, 1958. 
  12. United Nations Development Program (UNDP), Governance For Sustainable Human Development, 1997. 
  13. Zukhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. 
  14. http://teoribagus.com/paradigma-pendidikan-indonesia-era-reformasi 
  15. http://www.syamsulrahmi.wordpress.com 
  16. http://www.pustakasekolah.com/pengertian-demokrasi.html



Post a Comment for "Makalah Kebijakan Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Reformasi"