Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Narrative, Grounded Theory, Dan Etnografi

Narrative, Grounded Theory, dan Etnografi

 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar  Belakang Masalah

Penelitian pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah penelitian dapat timbul karena adanya kesulitan yang mengganggu kehidupan manusia atau semata-mata karena dorongan ingin tahu sebagai sifat naluri manusia.

Baik untuk masalah penelitian yang timbul karena adanya kesulitan yang dihadapi manusia maupun karena ingin tahu, diperlukan jawaban yang dapat diandalkan berdasarkan pengetahuan yang benar. Kebenaran yang dipegang teguh dalam penelitian adalah kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang bersifat relatif atau nisbi, bukan kebenaran yang sempurna dan bersifat mutlak. Penelitian berusaha memperoleh pengetahuan yang memiliki kebenaran ilmiah yang lebih sempurna dari pengetahuan sebelumnya, yang kesalahannya lebih kecil daripada pengetahuan yang telah terkumpul sebelumnya.

Kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar sebagai penyempurnaan pengetahuan sebelumnya telah dilaksanakan oleh para peneliti dan ilmuwan dalam ilmunya masing-masing. Secara akumulatif, pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, dan teori-teori yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian itu merupakan sumbangan penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang. Di samping itu, Tanzeh mengemukakan, “hasil penelitian juga memungkinkan menjadi metode yang lebih baik dalam memecahkan, menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah praktis yang dihadapi manusia dalam hidupnya.”

Secara garis besar dibedakan dua macam penelitian yaitu, penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur penelitian yang berbeda.

Di dalam makalah ini yang dibahas adalah metode penelitian narrative, grounded theory dan etnografi. Ketiga metode ini digunakan dalam penelitian kualitatif dan dapat juga digunakan dalam penelitian kuantitatif. Narrative (narasi) adalah suatu metode penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial. Inti dari metode ini adalah kemampuan untuk memahami identitas dan pandangan dunia seseorang dengan mengacu pada cerita-cerita (narasi) yang ia dengarkan ataupun tuturkan di dalam aktivitasnya sehari-hari. Adapun grounded theory (teori dasar) merupakan penelitian yang diarahkan pada penemuan atau minimal menguatkan terhadap suatu teori. Sedangkan etnografi merupakan penelitian yang mengacu kepada metode penelitian yang menjadi dasar ilmu antropologi. Studi etnografi biasanya dipusatkan pada pola-pola kegiatan, bahasa kepercayaan, ritual, dan cara-cara hidup. Berikut akan dikemukakan lebih jelas tentang ketiga metode penelitian ini di dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1.  Apa yang dimaksud dengan narrative?
2.  Apa yang dimaksud dengan grounded theory?
3.  Apa yang dimaksud dengan ethnographic research?

C. Tujuan Penulisan

1.  Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan narrative.
2.  Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan grounded theory.
3.  Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan ethnographic research.
 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Narrative

1. Definisi dan Latar Belakang

Tema naratif (narrative) muncul dari verba to narrate yang artinya menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara detail. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan, mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian seorang individu.

Menurut Webster dan Metrova (1953: 43), narasi (narrative) adalah suatu metode penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial. Inti dari metode ini adalah kemampuannya untuk memahami identitas dan pandangan dunia seseorang dengan mengacu pada cerita-cerita (narasi) yang ia dengarkan ataupun tuturkan di dalam aktivitasnya sehari-hari.

Penelitian naratif adalah studi tentang cerita. Dalam beberapa hal cerita dapat muncul sebagai catatan sejarah, sebagai novel fiksi, seperti dongeng, sebagai autobi-ographies, dan genre lainnya. Cerita ditulis melalui proses mendengarkan dari orang lain atau bertemu secara langsung dengan pelaku melelui wawancara. Studi tentang cerita dilakukan dalam berbagai disiplin keilmuan, termasuk sastra kritik, sejarah, filsafat, teori organisasi, dan sosial ilmu pengetahuan. Dalam ilmu sosial, cerita dipelajari oleh para antropolog, sosiologis, psikolog, dan pendidik.

Penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin (ilmu) kemanusiaan dan sosial yang berbeda. Naratif bisa berarti terma yang diberikan pada teks atau wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atau bentuk penyelidikan dalam penelitian kualitatif. Naratif dipahami sebagai sebuah teks tertulis atau lisan yang memberikan sebuah catatan tentang suatu kejadian, peristiwa atau rangkaian kejadian, dan rangkaian peristiwa yang dihubungkan secara kronologis.

Penelitian naratif biasanya digunakan ketika peneliti ingin membuat laporan naratif dari cerita individu. Peneliti membuat ikatan dengan partisipan dengan tujuan supaya peneliti maupun partisipan merasa nyaman. Bagi partisipan berbagi cerita akan  merasa ceritanya itu penting dan merasa didengarkan. Penelitian naratif juga digunakan ketika cerita memiliki kronologi peristiwa. Penelitian ini berfokus pada gambar mikroanalitik (cerita individu) daripada gambar yang lebih luas tentang norma kebudayaan, seperti dalam etnografi, atau teori-teori umum dan abstrak, seperti dalam grounded theory.

Desain penelitian naratif ditinjau secara luas dalam bidang pendidikan pada tahun 1990. Tokoh pendidikan D. Jean Clandinin dan Michael Connelly untuk pertama kalinya memberikan tinjauan penelitian naratif dalam bidang pendidikan. Mereka menyebutkan dalam tulisannya beberapa aplikasi penelitian naratif dalam ilmu sosial, menguraikan proses pengumpulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif.

2. Struktur Naratif

Gaya naratif merupakan kekuatan dari riset kualitatif, tekniknya sama dengan bentuk story telling dimana cara penguraian yang menghablurkan batas-batas fiksi, jurnalisme dan laporan akademis, “narratives in story telling modes blur the lines between fiction, jurnalism and scholarly studies. Bentuk penelitian naratif antara lain; memakai pendekatan kronologis sepersis menguraikan peristiwa demi peristiwa di bentangkan secara perlahan mengikuti proses waktu (slowly over time), seperti ketika menjelaskan subyek studi mengenai budaya saling-berbagi di dalam kelompok (a ulture-sharingg group), narasi kehidupan seseorang (the narrative of the life of on individual) atau evolusi sebuah program atau sebuah organisaasi (evolution of a program or an organization). Teknik lainnya ialah seperti menyempitkan dan memfokuskan pembahasan. Laporan juga bisa seperti pendeskripsian pelbagai kejadian, berdasarkan tema-tema atau persepektif tertentu. Gaya naratif, dari studi kualitatif bisa juga mengerangkakan sosial tipikal keseharian hidup seseorang (a typical day in the life)  dari sosok individu atau kelompok (Santana K Septian, 2007:82).

3. Tipe-tipe Kajian Naratif

Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya. Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang.

Polkinghorne dalam Cresswell menyebutkan strategi tersebut menggunakan paradigma berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang menggenggam sekaligus melintasi cerita atau sistem klasifikasi tipe cerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan sebuah alur cerita (plot).

Chase dalam Cresswell menyajikan pendekatan yang tidak jauh berbeda dengan definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan bahwa peneliti boleh menggunakan alasan paradigmatik untuk kajian naratif, seperti bagaimana individu dimampukan dan dipaksa oleh sumberdaya sosial, disituasikan secara sosial dalam penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun interpretasi.

Kajian biografi adalah bentuk kajian naratif di mana peneliti menulis dan mencatat pengalaman kehidupan seseorang. Autobiografi ditulis dan dicatat oleh individu sebagai subjek kajian. Sejarah hidup (life histories) memotret seluruh kehidupan seseorang. Cerita pengalaman seseorang adalah kajian naratif terhadap pengalaman personal seseorang yang ditemukan dalam episode majemuk atau tunggal, situasi pribadi, atau cerita rakyat komunal (communal folklore). Sejarah lisan terdiri dari kumpulan refleksi personal terhadap kejadian dan sebab akibat kejadian tersebut dari satu atau beberapa individu. Kajian naratif bisa jadi memiliki fokus kontekstual yang spesifik, seperti guru atau murid di kelas, cerita tentang organisasi, atau cerita yang diceritakan tentang organisasi.

4. Prosedur Melaksanakan Penelitian Naratif

Langkah-langkah melaksanakan penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

  1. Menentukan problem penelitian atau pertanyaan terbaik yang tepat untuk penelitian naratif. Penelitian naratif adalah penelitian terbaik untuk menangkap cerita detail atau pengalaman kehidupan terhadap kehidupan tunggal atau kehidupan sejumlah individu. 
  2. Menyeleksi satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman kehidupan untuk diceritakan, dan menghabiskan waktu (sesuai pertimbangan) bersama mereka untuk mengumpulkan cerita mereka melalui tipe majemuk informasi. 
  3. Mengumpulkan cerita tentang konteks cerita tersebut. 
  4. Menganalisa cerita partisipan dan kemudian restory (menceritakan ulang) cerita mereka ke dalam kerangka kerja yang masuk akal. Restorying adalah proses organisasi ulang cerita ke dalam beberapa tipe umum kerangka kerja. Kerangka kerja ini meliputi pengumpulan informasi, penganalisaan informasi untuk elemen kunci cerita (misalnya: waktu, tempat, alur, dan scene/adegan) dan menulis ulang cerita guna menempatkan mereka dalam rangkaian secara kronologis. 
  5. Berkolaborasi dengan partisipan melalui pelibatan aktif mereka dalam penelitian. Mengingat para peneliti mengumpulkan cerita, maka mereka menegosiasikan hubungan, transisi yang halus, dan menyediakan cara yang berguna bagi partisipan.

5. Tantangan Penelitian Naratif

Karakteristik dan prosedur penelitian naratif yang dipaparkan di atas memunculkan tantangan. Peneliti perlu mengumpulkan informasi yang luas tentang partisipan. Peneliti juga perlu mempunyai pemahaman yang jelas terhadap konteks kehidupan seorang individu. Dibutuhkan mata yang tajam untuk mengidentifikasi sumber materi yang dikumpulkan tentang cerita tertentu yang mampu menangkap pengalaman seorang individu.

6. Jenis-Jenis Penelitian Naratif

Menurut  Polkinghorne (2007: 12) ada dua pendekatan yang bisa diambil yaitu pendekatan dengan membedakan antara analisis narasi dan analisis naratif dapat di pahami juga degan narasi sebagai data: data sebagai narasi.

Adapun Jenis narasi (narrative) dapat dilihat dengan mengetahui pendekatan apa yang digunakan:

a)  Analisis narasi

 Analisis narasi adalah sebuah paradigma dengan cara berpikir untuk membuat deskripsi     tema yang tertulis dalam cerita atau taksonomi.

b) Analisis naratif

Analisis naratif adalah sebuah paradigma dengan mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian menyusunya menjadi cerita dengan menggunakan alur cerita.

Dari kedua pendekatan tersebut Pendekatan kedua adalah untuk menekankan berbagai bentuk yang ditemukan pada praktek penelitian naratif. Misalnya: sebuh otobiografi, biografi, dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, otoetnografi. Jika peneliti merencanakan melakukan studi naratif, maka perlu mempertimbangkan jenis studi naratif apa yang akan dilakukan. Dalam studi naratif, untuk mengetahui jenis naratif apa yang akan digunakan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik esensial dari tiap-tiap jenis.

7. Prosedur untuk Melaksanakan Penelitian

Prosedur untuk melakukan riset narasi menggunakan pendekatan yang diambil oleh Clandinin dan Connelly (2000) sebagai umum Panduan prosedural, metode melakukan studi narasi tidak mengikuti pendekatan kunci-langkah, melainkan merupakan koleksi informal topik.

  • Tentukan apakah masalah penelitian atau pertanyaan paling cocok narasi penelitian. Penelitian Narasi yang terbaik untuk menangkap cerita rinci atau kehidupan pengalaman hidup tunggal atau kehidupan sejumlah kecil individu. 
  • Pilih satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman hidup memberitahu, dan menghabiskan banyak waktu dengan mereka mengumpulkan cerita mereka melalui kelipatan jenis informasi cerita tentang individu dari anggota keluarga, mengumpulkan dokumen tersebut sebagai memo atau korespondensi resmi tentang individu, atau memperoleh pho-tographs, kotak memori (koleksi item yang memicu kenangan), dan lainnya pribadi-keluarga sosial artefak. Setelah memeriksa sumber-sumber, peneliti mencatat pengalaman hidup individu. 
  • Mengumpulkan informasi tentang konteks cerita. Cerita peneliti menempatkan cerita individu dalam peserta 'pribadi pengalaman- ences (pekerjaan mereka, rumah mereka), budaya mereka (ras atau etnis), dan mereka-nya torical konteks (waktu dan tempat). 
  • Menganalisis cerita peserta, dan kemudian "restory" mereka ke dalam kerangka kerja yang masuk akal. Restorying adalah proses reorganisasi cerita ke dalam beberapa jenis umum dari kerangka. Kerangka kerja ini dapat terdiri dari mengumpulkan cerita, menganalisis mereka untuk elemen kunci dari cerita (misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan kemudian menulis ulang cerita untuk menempatkan mereka dalam urutan kronologis Seringkali ketika individu menceritakan kisah mereka, mereka tidak hadir dalam kronologis urutan. Selama proses restorying, peneliti memberikan kausal.

9. Mengevaluasi Penelitian Naratif

Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, penelitian naratif perlu konsisten dengan kriteria penelitian kualitatif. Ada aspek-aspek spesifik naratif dalam membaca dan mengevaluasi studi naratif yang harus dipertimbangkan. Daftar pertanyaan berikut ini dapat digunakan untuk mengevaluasi laporan penelitian naratif.

  • Apakah peneliti berfokus pada pengalaman individu? 
  • Apakah fokus pada seseorang atau beberapa orang individu? 
  • Apakah peneliti mengumpulkan cerita suatu pengalaman individu? 
  • Apakah peneliti malakukan restory cerita partisipan? 
  • Dalam restorying, apakah suara partisipan terdengar seperti suara peneliti? 
  • Apakah peneliti mengidentifikasi tema-tema yang muncul dari cerita? 
  • Apakah cerita ini termasuk informasi tentang tempat atau latar dari individu? 
  • Apakah cerita memiliki kronologis, urutan temporal termasuk masa lalu, sekarang, dan masa depan? 
  • Apakah ada bukti peneliti berkolaborasi dengan partisipan? 
  • Apakah cerita itu cukup menjawab tujuan dan pertanyaan peneliti?

B. Grounded Theory

1.  Pengertian dan Sejarah Grounded Theory

Sebagai sebuah pendekatan riset, grounded theory memiliki posisi yang sama dengan beberapa orientasi lain, seperti studi kasus. Grounded Theory adalah sebuah pendekatan yang refleksif dan terbuka, di mana pengumpulan data, pengembangan data, pengembangan konsep teorities, dan ulasan literature berlangsung dalam proses siklis- berkelanjutan. Penggunaan hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti diketahui, bahwa dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah asumsi dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat diyakini bahwa segala hal yang terjadi di alam ini tidak lepas dari hukum sebab-akibat.

Penelitian ini adalah versi lain dari penelitian kualitatif. Grounded Theory ini merupakan reaksi yang tajam dan sekaligus member jalan keluar dari “ stagnasi teori” dalam ilmu-ilmu social, dengan menitik beratkan sosiologi (Burhan Bungin, 2001: 8-9). Disiplin ilmu yang mempengaruhi Grounded Theory adalah sosiologi, terutama madzab interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik berfokus pada interaksi antar manusia. metode ini dapat dan telah digunakan dengan baik di berbagai disiplin ilmu, seperti pendidikan, keperawatan, ilmu politik, dan psikologi. Khusus di bidang pendidikan.

Menurut penggagasnya yaitu Barney Galser dan Anselm Strauss, Grounded theory tertulis sebagai the discovery of theory from data which we call grounded theory ajaran utama pendekatan ini adalah, bahwa teori harus muncul dari data atau dengan kata lain, teori harus berasal (grounded) dalam data. Pendekatan grounded theory memungkinkan peneliti melakukan riset prosessual, yaitu riset yang berfokus pada “rangkaian peristiwa, tindakan, dan aktivitas individual maupun kolektif yang berkembang dari waktu ke waktu dalam konteks tertentu.

Penelitian grounded pada dasarnya sama dengan penelitian eksplanatif. Penelitian grounded dilakukan dengan terjun ke lapangan untuk meneliti sekian banyak aspek (variable) penelitian untuk menemukan, untuk memunculkan teori. Peneliti dating ke lapangan “ tanpa berbekal “ teori ( hipotesis ). Hipotesis ( kalau ada ) baru nanti di lapangan itu sendiri dimunculkan, lalu diuji. Nampaknya penelitian grounded akan banyak mempergunakan metode survey dan metode observasi. Karena karakteristiknya sama dengan penelitian Eksploratif.

Kredibelitas penelitian grounded merupakan pertimbangan utama dalam penggunaan metodologi ini, kalau kredibilitas peneliti rendah, mungkin akan merusak penelitian yang membutuhkan “keterbukaan” mata, telinga serta intuisi responsive. Implementasi metodologi ini memang amat sukar terutama oleh peneliti pemula, karenanya perlu latihan-latihan tertentu dalam waktu yang lama.

2. Sejarah grounded Theory

Penelitian Grounded Theory dikembangkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh dua ahli sosiologi, Barney Glaser and Anselm Strauss, berdasarkan penelitian yang mereka lakukan pada pasien-pasien berpenyakit akut di Rumah Sakit Universitas California, San francisco. Glaser dari Universitas Columbia yang desertasi doktornya (1961) tentang karir professional para ilmuan. Penelitian untuk desertasinya ini menggunakan pendekatan kualitatif  terhadap data sekunder. Gleser sangat terpengaruh oleh pola kerja pikiran induktif (baik kualitatif maupun kuantitatif) yang dikembangkan oleh Paul Lazarsfeld dan koleganya. Desertasi Gleser di bimbing oleh Robert K. Merton yang menjadi murid Talcott Persons. Setelah lulus program doktornya, Gleser bergabung dengan university of California Medical Center di San Fransisco, tempat ia kemudian bertemu dengan Anselm L. Strauss (sosiolog) yang menyelesaikan program doktornya (1945) di University of Cicago. Strauss cenderung untuk berkonsentrasi dalam menentukan prosedur dalam mengaplikasikan pendekatan. Sedangkan Gleser menentang perubahan apapun dari gagasan awalnya. Dua versi grounded theory kemudian muncul, straussian dan glaserian.

Catatan-catatan dan metode penelitian yang digunakan dipublikasikan dan menarik minat banyak orang untuk mempelajarinya. Sebagai respon, Glaser dan Strauss menerbitkan The Discovery of Grounded Theory (1967), buku yang menjelaskan prosedur metode Grounded Theory secara terperinci. Hingga saat ini, buku ini diterima sebagai peletetak konsep-konsep mendasar Grounded Theory.

4. Ciri-Ciri atau Karakteristik Metode Grounded Theory

Menurut Creswell, enam karakteristik berikut merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam pendekatan Grounded Theory, yaitu:

1. Pendekatan Proses

Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa setiap fenomena sosial merupakan hasil proses tindakan atau interaksi antar individu. Dalam penelitian Grounded Theory, proses merujuk pada urutan tindakan-tindakan dan interaksi antar manusia dan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sebuah topik, seperti pengalihbahasaan novel Animal Farm ke dalam bahasa Indonesia. Dalam topik seperti ini, berdasarkan transkrip wawancara atau catatan pengamatan yang dilakukan pada partisipan, peneliti Grounded Theory dapat mengidentifikasi dan mengisolasi tindakan-tindakan dan interaksi antar manusia, aspek-aspek yang diisolasi ini disebut kategori-kategori, yang digunakan sebagai tema-tema informasi dasar dalam rangka memahami suatu proses.

2. Sampling Teoritis

Dalam Grounded theory, digunakan “sampling teorities”. Penarikan sampel jenis ini berpedoman pada gagasan-gagasan yang signifikan bagi teori yang muncul.

Pada awal riset, peneliti membuat keputusan penarikan sampel hanya untuk langkah awal saja. Pilih latar atau fenomena yang  ingin diteliti, pilih sekelompok orang atau individu tertentu yang bisa memberikan informasi mengenai topic yang diteliti. Begitu riset diawali, peneliti mulai menganalisis data awal, konsep baru akan muncul, kemudian peneliti bisa menerapkannya pada sampel yang berbeda situasi, latar atau individu. Lantas berfokus pad aide baru guna memperluas teori yang muncul. Penarikan sampel teoritis dilanjutkan hingga mencapai titik jenuh, yaitu ketika tidak ada lagi informasi baru ( dalam data ) yang relevan dengan riset.

Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory adalah peneliti sendiri. Data-data yang dikumpulkan dapat berbentuk transkrip wawancara, percakapan, catatan wawancara, dokumen-dokumen publik, buku harian dan jurnal responden, dan catatan reflektif peneliti.

Proses pengumpulan data itu dilaksanakan dengan mengunakan dua metode, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview). Bentuk data yang paling sering digunakan peneliti adalah hasil wawancara karena data seperti ini lebih mampu mengungkapkan pengalaman responden dalam kata-kata mereka sendiri.

Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik, yaitu penyampelan yang dilakukan. Dengan kata lain, penyampelan teoritik merupakan pengambilan sampel yang dilakukan peneliti dengan cara memilih data-data atau konsep-konsep yang terbukti berhubungan dengan dan mendukung secara teoritik teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab masalah penelitian.

Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah terpilih itulah yang dicari atau digali oleh peneliti selama mengumpulkan data. Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka jumlah subyek pun terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi baru yang diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya, penentuan sampel subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti halnya penelitian kualitatif pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal. Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, ketika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.

Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam Grounded Theory  diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan data. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang ketiga penyampelan tersebut.

  1. Penyampelan terbuka bertujuan untuk menemukan data sebanyak mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan orang-orang yang diwawancarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka. 
  2. Penyampelan relasional dan variasional berfokus pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan antara kategori dengan kategori dan kategori dengan sub-subkategorinya. Pada kedua penyampelan ini diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi, inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi, atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang bertalian dengan perubahan. 
  3. Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean terpilih. Oleh karena itu tujuan penyampelan pembeda adalah menetapkan subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk membuktikan atau menguji hubungan antarkategori.

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian Grounded Theory berlangsung secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Proses pengambilan sampel juga berlangsung secara terus menerus ketika kegiatan pengumpulan data. Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan pertambahan jumlah data yang dibutuhkan.

Berdasarkan paparan tentang prinsip penyampelan di atas, jelaslah bahwa pengambilan kesimpulan dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian Grounded Theory bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap (a) kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena, (b) tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi itu, (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/i nteraksi itu. Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.

3. Analisis Data dan Melakukan Koding

Analisis data berlangsung selama riset berproses, mulai wawancara awal hingga berakhir pada pengamatan. Analisis terdiri dari koding ( coding ) dan kategorisasi (categorizing). Koding dilakukan terlebih dahulu pada permulaan riset. Koding memungkinkan peneliti mengubah data, dan menguraikannya untuk membangun kategori seiring dengan munculnya kategori utama, maka teori akan berkembang.

Koding dalam grounded theory adalah proses pengidentifikasian dan penamaan tema atau konsep dalam tahapan analisis. Dalam hal ini, data dikodekan menjadi kategori.

Proses koding mencakup tiga langkah, yaitu:

  1. Open coding atau koding terbuka peneliti membentuk kategori informasi tentang peristiwa atau fenomena yang dipelajari. 
  2. Axial coding, peneliti mengidentifikasi suatu peristiwa, menyelidiki kondisi-kondisi yang menyebabkannya, mengidentifikasi setiap kondisi-kondisi, dan menggambarkan peristiwa tersebut. 
  3. Selective coding, peneliti (pemilihan kategori inti dan menghubungkannya dengan kategori lain)

Sepanjang kajian berlangsung, masing-masing bagian data dibandingkan dengan bagian lain ketika peneliti mencari persamaan, perbedaan, dan koneksi atau hubungan-hubungan. Hal inilah yang disebut dengan perbandingan konstan.

4. Kategori Inti

Dari seluruh kategori utama yang diperoleh dari data, peneliti memilih satu kategori sebagai inti fenomena dalam rangka merumuskan teori. Setelah mengidentifikasi beberapa kategori (misalnya, 8 hingga 10—tergantung pada besarnya database), peneliti memilih satu kategori inti sebagai basis penulisan teori. Berikut ini adalah enam kriteria untuk menentukan kategori inti.

  • Kategori tersebut harus merupakan sentral, dalam artian kategori-kategori utama lainnya dapat dihubungkan padanya. 
  • Kategori tersebut sering muncul dalam data, dengan pengertian bahwa dalam semua kasus terdapat indikator-indikator yang merujuk pada kategori inti tersebut. 
  • Penjelasan-penjelasan yang menghubungkan kategori-kategori bersifat logis, konsisten dan tidak dipaksakan. 
  • Istilah atau frasa yang digunakan untuk menjelaskan kategori inti harus abstrak. 
  • Seiring dengan penyempurnaan konsep, teori berkembang dalam aspek kedalaman dan kemampuan menjelaskan.Meskipun kondisi bervariasi, kategori inti masih mampu menjelaskan seara akurat.

Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa memilih kategori inti terlalu awal adalah sangat riskan. Akan tetapi, bila terlihat bahwa salah satu kategori mucul dengan frekuensi tinggi dan terhubung dengan jelas pada kategori-kategori lain, kategori itu dapat dipilih sebagai kategori inti.


5. Perumusan Teori

Agar kredibel, sebuah teori harus memiliki “kekuatan penjelasan (explanatory power)”, dengan keterkaitan antar kategori, serta kekhususan, kategori berhubungan satu sama lain dan berkaitan erat dengan data.

Dalam penelitian Grounded Theory, yang dimaksud dengan teori adalah penjelasan atau pemahaman yang abstrak tentang suatu proses mengenai sebuah topik substantif yang didasarkan pada data.

Ada dua jenis teori yang dihasilkan dalam grounded research, yaitu teori substantive dan teori formal.

  • Teori substantive muncul dari kajian terhadap kondisi sosial yang nyata seperti manejemen hubungan konsumen, praktik professional, hubungan gender, kepemimpinan, atau komunikasi internet. Karena teori ini menyajikan hubungan yang mendekati realitas empirisnya, maka teori ini sangat berguna bagi para peneliti di arena bisnis atau professional. 
  • Teori formal dikembangkan dari teori substantive. Teori ini dihasilkan dari berbagai situasi dan latar yang berbeda-beda, bersifat konseptual dan memiliki generalitas yang tinggi.

Cara untuk menghasilkan teori dengan metode grounded theory terdiri dari lima fase yang harus diikuti: 1) Desain penelitian, 2) pengumpulan data, 3) penyusunan data, 4) analisis data dan 5) pembanding dengan literature.

Dari lima fase diatas, ada 9 langkah yang harus diikuti, meliputi :

1. Tinjauan ulang literature teknisi
2. Memilih kasus
3. Membuat protokol pengumpulan data yang akurat
4. Masuk ke lapangan
5. Penyusunan data
6. Menganalisis data
7. Percontohan teoritis
8. Mencapai akhir penelitian
9. Pembandingan teori yang muncul dengan literature yang telah ada.

6. Penulisan Memo

Dalam penelitian Grounded Theory, memo merupakan catatan-catatan yang dibuat peneliti untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan dengan data dan kategori-kategori yang dikodekan. Dengan kata lain, memo merupakan catatan yang dibuat peneliti bagi dirinya sendiri dalam rangka menyusun hipotesis tentang sebuah kategori, kususnya tentang hubungan-hubungan antara kategori-kategori yang ditemukan.

Menulis memo yang menjelaskan dan mengulas  kode-kode dan kategori-kategori analisis yang anda dapatkan dari proses analisis data, juga sangat berguna. Memo sangat membantu peneliti untuk melacak pola-pola dalam data dan mengidentifikasikan beragam tema yang muncul.

6. Kelemahan dan Kelebihan Grounded Theory

Berbagai kegiatan penelitian telah dilakukan dengan pendekatan grounded theory di berbagai disiplin ilmu telah dilakukan. Salah satunya adalah” Use of computer based qualitative data Analysis ( QDA ) software in Grounded Research Methodology”. ( pandit,1996 ). Dari penjelasan para peneliti yang terlibat, terkesan bahwa penggunaan metode grounded theory terlalu memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan adanya tuntutan metodologinya yang mengharuskan para peneliti untuk bersikap sangat teliti, dan rajin.

Kualitas grounded theory seperti pada penelitian lain, selain ditentukan validitas, reliabilitas dan kredibilitas dari data, juga ditentukan oleh proses penelitian di mana teori dihasilkan serta beralasan empiris dari temuan atau teori yang dihasilkan.

Proses grounded theory terlalu kompleks dan membingungkan. Banyak orang yang kesulitan mempraktikkannya, kecuali dalam kondisi yang longgar, tidak kaku, tidak terlalu dispesifikasi “.

Ada tiga aspek yang membedakan Grounded Theory dengan pendekatan penelitian yang lain adalah sebagai berikut :

  1. Peneliti mengikuti prosedur analisis sistematik dalam sebagian besar pendekatan. Grounded theory lebih terstruktur dalam prosese pengumpulan data dan analisisnya, disbanding model riset kualitatif lain. meski strateginya sama ( misalnya analisis tematik terhadap transkip wawancara, observasi dan dokumen tertulis). 
  2. Peneliti memasuki proses riset dengan membawa sedikit mungkin asumsi. Ini berarti menjauhkan diri dari teori yang sudah ada. 
  3. Peneliti tidak semata-mata bertujuan untuk menguraikan atau menjelaskan, tetapi juga mengonseptualisasikan dan berupaya keras untuk menghasilkan dan mengembangkan teori.

Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory  dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan "Mengapa suatu kondisi terjadi?", "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?” "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?”

Grounded theory atau teori dasar merupakan salah satu model pendekatan penelitian kualitatif yang sedang berkembang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini, baik dari sisi kuantitas maupun bidang studi  yang menggunakannya, dari yang semula di bidang sosiologi saja sekarang sudah berkembang ke bidang-bidang lain, seperti pendidikan, ekonomi, antropologi, psikologi, bahasa, komunikasi, politik, sejarah, agama dan sebagainya.

Penelitian jenis ini (grounded) dikembangkan pada tahun 1967 oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss dengan diterbitkannya buku berjudul The Discovery of Grounded Theory. Tetapi di Indonesia mulai dikenal sekitar tahun 1970.  Kehadirannya menghebohkan para ahli penelitian kualitatif  sebelumnya yang selalu berangkat dari teori untuk menghasilkan teori baru. Teori dipakai sebagai alat untuk memahami gejala atau fenomena hingga data yang diperoleh. Asumsinya, tanpa teori sebagai sebuah perspektif, peneliti tidak akan mampu memahami gejala untuk memperoleh makna (meaning), sehingga bisa jadi gejala yang penting  pun untuk menjawab masalah penelitian terlewatkan  begitu saja karena peneliti  memiliki kelemahan atau kekurangan wawasan mengenai tema yang diteliti, baik  secara teoretik atau yang disebut sebagai perspektif teoretik maupun wawasan empirik yang diperoleh dari pelacakan studi atau penelitian sebelumnya.

Penelitian teori dasar atau sering disebut juga penelitian dasar atau teori dasar (grounded theory) merupakan penelitian yang diarahkan pada penemuan atau minimal menguatkan terhadap suatu teori. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kualitatif. Walaupun penelitian kualitatif memberikan deskripsi yang bersifat terurai, tetapi dari deskripsi tersebut diadakan abstraksi atau interensi sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang mendasar yang membentuk prinsip dasar, dalil atau kaidah-kaidah, kumpulan dari prinsip, dalil atau kaidah tersebut berkenaan dengan sesuatu hal dapat menghasilkan teori baru, minimal memperkuat teori yang telah ada dalam hal tersebut.

Penelitian dasar dilaksanakan dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, diadakan cek-ricek ke lapangan, studi pembandingan antar kategori, fenomena dan situasi melalui kajian induktif, deduktif dan verifikasi sampai pada titik jenuh. Pada titik ini peneliti memilih mana fenomena-fenomena inti dan mana yang tidak inti. Dari fenomena-fenomena inti tersebut dikembangkan “alur konsep” serta “matriks kondisi” yang menjelaskan kondisi sosial dan historis dan keterkaitannya dengan fenomena-fenomena.

Penyusunan teori dari bawah (TDB) menurut Pandit yang dikutip oleh Moloeng, terlebih dahulu memahami tiga unsur dasar TDB yaitu: konsep, kategori, dan proposisi. Konsep adalah satuan kejadian dasar karena hal itu dibentuk dari konseptualisasi data, bukan data itu sendiri, yang berdasarkan hal itu teori itu disusun. Unsur kedua adalah kategori yang didefinisikan sebagai berikut: kategori adalah kumpulan yang lebih tinggi dan lebih abstrak dari konsep yang mereka wakili. Kategori itu diperoleh melalui proses analisis yang sama dengan jalan membuat perbandingan dengan melihat kesamaan atau perbedaan yang digunakan untuk menghasilkan konsep-konsep yang lebih rendah. Kategori adalah landasan dasar penyusunan teori. Kategori memberikan makna yang olehnya teori dapat diintegrasikan. Kita dapat menunjukkan bagaimana pengelompokkan konsep konsep membentuk kategori dengan jalan melanjutkan contoh yang dikemukakan diatas. Unsur ketiga dari TDB adalah proposisi yang menunjukkan hubungan-hubungan kesimpulan. Antara satu kategori dan konsep-konsep yang menyertainya dan diantara kategori-kategori yang diskrit, unsur ketiga ini dinamakan ‘hipotesis’.[13]

C. Ethnographic Research

1. Pengertian

Etnografi berasal dari kata ethos, yaitu bangsa atau suku bangsa dan graphein yaitu tulisan atau uraian. Etnografi pada mulanya merupakan bagian dari ilmu antropologi. Secara harfiah kata etnografi mengandung arti tulisan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau tahun. Marzali dalam Sudikin menjelaskan bahwa etnografi merupakan laporan penelitian dan juga mengacu kepada metode penelitian yang menjadi dasar ilmu antropologi.[14]

Pada awalnya etnografi merupakan studi tentang deskripsi dan analisis tentang budaya dan bahasa dengan memberikan pengkodean terhadap deskrpsi dan analisa bahasa dan kebudayaan.

2. Sejarah Kemunculan Etnografi

Pada awal kemunculannya etnografi tidak dapat dipisahkan dengan ilmu antropologi. Pada mulanya para antropolog berusaha membangun tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari awal kemunculannya di muka bumi hingga sekarang, namun dalam proses membangun perkembangan evolusi budaya ini para antropolog tidak terjun langsung ke lapangan, tetapi mereka membangun kerangka evolusi ini dengan tidak didukung oleh fakta-fakta dari lapangan. Pada awal abad ke 20 mereka mulai menyadari perlunya pergi ke lapangan untuk mengadakan penelitian tentang budaya, kesadaran untuk pergi ke lapangan inilah yang menjadi cikal bakal dari kemunculan penelitian etnografi.

3. Perkembangan Etnografi

Etnografi diperkenalkan oleh B. Malinowski dengan mempublikasikan penelitian pertamanya yang berjudul Argonuts of the Western Pacific, pada tahun 1922 dengan menggunakan metode lapangan dan observasi partisipan. Penggunaan metode lapangan ini oleh Malinowski ini dapat dikatakan sebagai perpaduan antara ilmu antropologi dan ilmu sosiologi.[15]

Fofus utama dari penelitian Mallinowski adalah kehidupan masa kini yang dijalani oleh masyarakat dan cara hidup suatu masyarakat (society’s way of life) dan untuk memberikan deskripsi tentang struktur sosial dan budaya suatu masyarakat dengan melakukan wawancara dengan beberapa informan dan observasi pasrtipasi dalam kelompok yang diteliti.

Perkembangan etnografi pada tahun 1960-an mulai memusatkan pada usaha untuk mempelajari bagaimana suatu masyarakat mengorganisir budaya dalam pikiran dan bagaimana budaya itu diaplikasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam tataran ini etnografi disebut sebagai antropologi kognitif . Etnografi mulai memiliki peranan untuk menemukan dan menjelaskan organisasi pikiran.

Lebih lanjut etnografi dikembangkan oleh Spradley dengan bertolak pada antropologi kognitif menjelaskan bahwa suatu budaya merupakan sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar dan digunakan untuk menyusun perilaku dalam menghadapi situasi dunia. Dalam penelitian etnografi Spradley bertolak pada lima prinsip berikut: [16]

  1. Teknik tunggal dimana peneliti dapat melakukan berbagai teknik penelitian secara bersamaan dalam satu fase penelitian. 
  2. Identifikasi tugas, dimana peneliti harus menggali langkah-langkah pokok yang harus dilaksanakan. 
  3. Pelaksanaan langkah-langkah pokoh haus dijalankan secara berurutan. 
  4. Wawancara dilakukan secara sesungguhnya bukan hanya sekedar latihan. 
  5. Problem solving, peneliti memberikan jalan keluar.


4. Ciri khas Etnografi

Penelitian etnografi memiliki ciri khas yaitu penelitian bersifat holistik, integrative, description dan menggunakan analisis kualitatif dalam mencari sudut pandang yang semula (native’s point of view). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan obeservasi-partisipasi dan wawancara secara terbuka dan mendalam, sehingga penelitian etnografi memerlukan waktu yang lama.

Penelitian etnografi secara umum dilakukan secara bertahap dengan dimulai tahap perkenalan yang meliputi mempelajari bahasa penduduk yang sedang diteliti. Selanjutnya pembelajaran terhadap bahasa asli dipakai untuk membantu dalam menganilis permasalahan-permasalahan yang muncul dari aktivitas sehari-hari.

Elemen-elemen inti dari penelitian etnografi dijabarkan:

  1. Penggunaan penjelasan yang detail. 
  2. Gaya laporan bersifat cerita (story telling) 
  3. Menggali tema-tema kultural, seperi tema-tema tentang peran dan perilaku masyarakat. 
  4. Menjelaskan kehidupan keseharian orang-orang (everyday life of persons) bukan peristiwa khusus yang menjadi pusat perhatian. 
  5. Laporan keseluruhan perbaduan antara deskriptif, analitis dan interpretatif. 
  6. Hasil penelitian memfokuskan bukan pada apa yang menjadi agen perubahan tetapi pada pelopor untuk berubah yang bersifat terpaksa.


5. Prinsip-Prinsip Etnografi

Dalam penelitian etnografi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan adalah meliputi:

  • Mempertimbangkan tentang informan. Artinya peneliti harus secara selektif dalam meimilih informan yang akan diwawancarai dan diteliti. Peneliti harus melindungi informan dan akibat-akibat yang ditimbulkan bila memilih mereka. 
  • Mengerti informan. Mengerti di sini memiliki arti bahwa peniliti harus memperhatikan hak-hak asasi, kepentingan dan sensivitas. Seorang peneliti memiliki tanggung jawab untuk melindungi mereka terhadap konsekuensi yang akan muncul. 
  • Menyampaikan tujuan penelitian. Peneliti harus menympaikan kepada informan sehingga mereka dapat membantu penelitian yang ada. 
  • Melindungi privasi informan. Setiap kerahasiaan informan harus dilindungi, bila mereka tidak mau disebutkan identitas mereka maka kitapun harus menjaga kerahasiaan mereka (prinsip anonimitas) dan peneliti juga harus memperhatikan keberatan-keberatan dari pihak informan. 
  • Jangan mengeksploitasi informan. Peniliti tidak boleh hanya menfaatkan informan untuk mencapai tujuan penelitian, tetapi setelah penelitian selesai harus memberikan balas jasa kepadanya karena telah menjadi informan yang membantu selama penelitian berlangsung sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. 
  • Memberikan laporan kepada informan. Setelah penelitian selesai etnografer harus memperlihatkan (melaporkan kepada informan).

6. Kelebihan Dan Kelemahan Etnografi

Penelitian etnografi memiliki keunggulan dibandingkan dengan penelitian yang lain. Kekuatan etnografi dijelaskan bahwa etnografi menyediakan kesempatan yang lebih dalam mengumpulkan data yang komplet dan relevan dalam menjawab permasalahan karena penelitian etnografi ini mengadakan penelitian secara mendalam dan bersifat partisipan. Etnografi juga mempertimbangkan data dari sumber terbaik untuk studi perbandingan dan analisis. Seorang etnografer dapat berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan, mendengar, bertanya dan mengumpulkan data.

Sedangkan Kelemahan etnografi  adalah hanya dapat meneliti sedikit atau bahkan hanya satu kasus, dan hasil dari penelitian etnografi tidak dapat digeneralisasi ke dalam konteks sosial yang lain. Kelemahan lainnya adalah peneliti sebagai instrumen primer dalam mengumpulkan data.

7. Contoh Penelitian Etnografi 

Contoh penelitian etnografi dalam makalah ini diambill dari penelitian etnografi karya Donald W. Ball yang berjudul Sebuah Etnografi Klinik Aborsi.

a. Latar Belakang Penelitian

Penelitian dilakukan di California-Meksiko dengan latar belakang adanya pemberitaan surat kabar lokal dan nasional (Amerika Serikat) yang memberitakan tentang budaya aborsi yang menjamur di Amerika, namun pemberitaan itu di dasarkan atas data-data statistic yang bersifat positivist. Peneliti (Donald W. Ball) tergerak untuk mengadakan penelitian terhadap budaya yang menyimpang ini dari persepektif etnogarifis yang bersifat kualitatif dan studi lapangan (filed study).

b. Prosedur penelitian

Penelitian etnografis yang dilakukan oleh Donald W Ball ini dilakukan dengan:

  • Mengadakan pengamatan yang cukup lama terhadap aktifitas rutin sebuah klinik (yang terdiri dari prosedur medis yang sebenarnya tidak terlalu relevan dengan masalah penelitian ini) untuk membangun pola-pola aktivitas keseharian. 
  • Wawancara yang ekstensif dengan sejumlah kecil pasien, yang sebagaimana juga diamati dalam klinik. 
  • Diskusi terbatas dengan staff non medis klinik. 
  • Wawancara-wawancara dengan orang-orang yang pernha menikmati jaya pelayanan klinik tersebut. (Semua nara sumber di jaga anonimitasnya untuk menjaga kerahasiaan mereka. 
  • Selain dengan wawancara-wawancara terhadap nara sumber di atas peneliti juga memperhatikan setting dari tempat aborsi tesebut secara mendetail, yang meliputisuasana ruangan, detail-detail ruangan, transaksi-transaksi yang muncul, symbol-simbol yang ada dan lain-lain untuk mendapatkan gambaran yang mendalam.

c. Hasil penelitian

Penelitian etnografi yang dihasilkan oleh Donald W. Ball disimpulkan dalam dua tema besar yaitu:

  • Kemewahan dan biaya: hal ini mengandung arti bahwa praktek aborsi yang dilakukan memberikan pelayanan yang mewah dan nyaman dengan biaya yang disepakai oleh kedua pihak. Praktek ini dilakukan secara ekslusif. 
  • Praktik-praktik konvensial kedokteran. Dalam praktek aborsi yang dilakukan mengikuti gaya konvensial dari klinik atau Rumah Sakit pada umumnya. Symbol-simbol dalam klinik aborsi itu yang meliputi peralatan, setting ruangan hingga istilah-istilah yang dipakai meniru prosedur rumah sakit pada umum.

d. Laporan Penelitian Etnografis

Laporan penelitian etnografi yang ditulis oleh Donald W. Ball ini lebih menyerupai suatu cerita yang di susun berdasarkan sequensinya secara detail yang memberikan gambaran jelas tentang budaya praktik aborsi yang berlangsung selama ini. Sangat jelas bahwa laporan etnografis ini sangat bersifat subjektif.


BAB III
KESIMPULAN

  1. Naratif adalah suatu metode penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial. Naratif bersifat menguraikan atau menjelaskan tentang suatu kejadian, peristiwa atau rangkaian kejadian, dan rangkaian peristiwa yang dihubungkan secara kronologis. penelitian naratif berfokus pada kajian seorang individu. 

  2. Pendekatan grounded theory merupakan sebuah metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur yang sistematis untuk mengembangkan grounded theory secara induktif tentang sebuah fenomena. Temuan penelitian ini merupakan formulasi teoritikal berdasarkan penggalian realitas. Prosedurnya banyak dan spesifik. Tujuan pendekatan ini ialah untuk membangun teori yang terpercaya dan membuat pencerahan terhadap area penelitian, dimana teori dapat bermanfaat bagi area penelitian. 

  3. Etnografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Biasanya para  peneliti etnografis memfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat (tidak selalu secara geografis, juga memperhatikan pekerjaan, penggangguran, dan masyarakat lainnya), pemilihan informan yang mengetahui yang memiliki suatu pandangan/pendapat tentang berbagai kegiatan masyarakat.


Post a Comment for "Narrative, Grounded Theory, Dan Etnografi"